keepgray.com – Awal tahun Hijriah sering kali dimeriahkan umat Islam dengan memperbanyak ibadah sunnah. Lantas, mengapa momen ini tidak dirayakan semeriah tahun baru Masehi?
Alasan utama adalah karena tidak ada dalil spesifik dalam Al-Qur’an maupun hadits yang menganjurkan perayaan meriah. Meskipun demikian, umat Muslim tetap menyambutnya dengan suka cita.
Menurut buku “Menggapai Berkah di Bulan-bulan Hijriah” karya Siti Zamratus Sa’adah, pada masa lalu, sistem penanggalan umat Muslim belum terstruktur. Khalifah Umar bin Khattab kemudian menetapkan Muharram sebagai awal tahun baru Islam, dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah sebagai titik awal perhitungan kalender Islam.
Dalam Islam, hanya ada dua hari raya yang dianjurkan untuk dirayakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik RA, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum merayakan tahun baru Islam. Sebagian ulama, terutama dari Saudi, melarang perayaan ini karena dianggap tidak disyariatkan. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, seorang ulama besar dari Arab Saudi, menyatakan bahwa mengucapkan selamat tahun baru Islam tidak dianjurkan, namun boleh membalas ucapan tersebut jika ada yang mengucapkannya terlebih dahulu, dengan doa yang baik.
Sementara itu, ulama lain seperti Syekh Abdul Karim Al Khudair memperbolehkan perayaan tahun baru Islam. Menurutnya, mendoakan kebaikan kepada sesama Muslim pada hari tersebut tidak masalah, asalkan tidak diyakini sebagai ibadah khusus. Yusuf al-Qaradhawi juga berpendapat bahwa merayakan awal tahun Hijriah tidak termasuk bid’ah, melainkan sebagai sesuatu yang positif untuk memperkuat identitas keislaman.