Ibadah haji, sebagai rukun Islam kelima, memiliki dimensi khusus bagi perempuan, yang penting dipahami baik oleh jemaah maupun pendampingnya. Ibu Nyai Badriyah Fayumi, Mustasyar Diniy PPIH Arab Saudi, menyoroti fikih haji perempuan dalam konferensi pers Kemenag RI.
Haji dan umrah dianggap sebagai bentuk jihad bagi perempuan, sebagaimana disampaikan Rasulullah SAW kepada Aisyah RA. Perjalanan panjang dan pengorbanan yang terlibat menunjukkan perjuangan tersendiri bagi kaum hawa.
Perbedaan fisiologis perempuan, seperti haid dan nifas, secara langsung memengaruhi pelaksanaan ibadah haji. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang tata cara ihram, larangan khusus, dan penanganan kondisi darurat sangat krusial. Data Kemenag RI juga menunjukkan bahwa mayoritas jemaah haji Indonesia adalah perempuan, menekankan urgensi edukasi fikih ini.
Beberapa persoalan praktis yang sering dihadapi jemaah perempuan meliputi:
* **Haid Saat Ihram:** Perempuan yang mulai haid setelah berniat ihram tetap sah ihramnya, namun tidak boleh melakukan tawaf sampai suci. Jika waktu mendesak, niat dapat diubah menjadi haji tamattu’ untuk menyelesaikan manasik utama lebih dulu.
* **Belum Tawaf Wada dan Harus Pulang:** Jemaah perempuan yang masih haid saat akan pulang tidak wajib mengganti tawaf Wada, sebagai bentuk keringanan dari Allah.
* **Penggunaan Pembalut atau Pampers:** Penggunaan pembalut atau pampers, bahkan saat tidak haid, diperbolehkan dalam kondisi padat seperti di Mina dan Arafah untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan, tanpa melanggar ketentuan ihram.
Dalam situasi darurat seperti sakit ISPA, jemaah perempuan boleh menggunakan masker meskipun sedang ihram, dengan kewajiban membayar fidyah berupa puasa tiga hari, bersedekah kepada enam fakir miskin, atau menyembelih satu kambing.
Selain itu, etika dan akhlak selama ihram juga ditekankan, termasuk menjaga aurat dan kesopanan meskipun berada di antara sesama perempuan, sebagai bentuk adab dalam ibadah suci.
Terakhir, haji bukan hanya ibadah fisik dan finansial, melainkan juga spiritual. Setiap tahapan perjalanan haji merupakan kesempatan untuk meningkatkan kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur, agar ibadah terasa ringan dan bermakna.