Fikih Haji Perempuan: Pemahaman Khusus Ibadah Sempurna

Ibadah haji, sebagai rukun Islam kelima, memiliki dimensi khusus bagi perempuan yang memerlukan pemahaman fikih mendalam. Ibu Nyai Badriyah Fayumi, Mustasyar Diniy PPIH Arab Saudi, dalam Konferensi Pers Penyelenggaraan Ibadah Haji 1446 H / 2025 M, menjelaskan beberapa poin krusial mengenai fikih haji bagi jemaah perempuan.

Pertama, haji dan umrah memiliki kedudukan istimewa sebagai bentuk jihad bagi perempuan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW kepada Aisyah RA. Perjalanan dan pengorbanan yang terlibat dalam ibadah ini menegaskan pentingnya persiapan dan pemahaman fikih yang memadai.

Kedua, perbedaan fisiologis perempuan, seperti siklus haid, nifas, dan melahirkan, secara langsung memengaruhi pelaksanaan ibadah haji. Oleh karena itu, penting untuk memahami hukum ihram saat haid, ketentuan tawaf, serta cara menyikapi kondisi darurat terkait menstruasi agar ibadah sah dan nyaman.

Ketiga, data Kementerian Agama (Kemenag) RI menunjukkan bahwa mayoritas jemaah haji Indonesia adalah perempuan, menekankan urgensi edukasi dan pendampingan fikih haji yang lebih spesifik bagi mereka.

Keempat, beberapa persoalan praktis yang kerap dihadapi jemaah perempuan meliputi:
* **Haid saat Ihram:** Perempuan yang niat ihram dalam kondisi haid tetap sah berihram namun tidak diperbolehkan tawaf hingga suci. Jika waktu mendesak, niat dapat diubah menjadi haji tamattu’ untuk menyelesaikan manasik haji terlebih dahulu.
* **Belum Tawaf Wada saat Haid:** Perempuan yang haid dan belum sempat melaksanakan tawaf wada’ saat waktu kepulangan tiba, tidak diwajibkan mengganti tawaf tersebut sebagai bentuk keringanan.
* **Penggunaan Pembalut atau Pampers:** Di area padat seperti Mina dan Arafah, disarankan penggunaan pembalut atau pampers, bahkan saat tidak haid, untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan. Ini tidak dianggap melanggar ihram.

Kelima, dalam kondisi darurat seperti sakit ISPA yang umum terjadi di Arab Saudi, perempuan diperbolehkan menggunakan masker meskipun sedang ihram, meskipun umumnya tidak boleh menutup wajah. Sebagai bentuk kehati-hatian, dianjurkan membayar fidyah berupa puasa tiga hari, sedekah kepada enam fakir miskin, atau menyembelih satu kambing. Sedekah dapat berupa makanan matang senilai sekitar 60 riyal.

Keenam, etika dan akhlak selama ihram juga sangat penting. Meskipun di dalam kamar bersama sesama perempuan, menjaga aurat dan kesopanan adalah adab yang harus dijaga sebagai bagian dari kehormatan ibadah suci.

Terakhir, haji bukan hanya ibadah fisik dan materi, tetapi juga ibadah ruhaniyah. Setiap langkah dalam ibadah haji merupakan perjalanan spiritual yang membutuhkan kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur, membantu mengatasi kelelahan dan menyempurnakan ibadah.