keepgray.com – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan bahwa perdebatan yang marak di media sosial terkait penulisan ulang sejarah adalah “pepesan kosong” dan prematur. Ia menyatakan diskusi substansial sebaiknya baru dilakukan setelah progres penulisan buku mencapai di atas 70 persen.
“Banyak yang diperdebatkan itu pepesan kosong, yang diperdebatkan pepesan kosong yang tidak ada ya. Tunggu dulu bukunya atau sampai progres saya sampaikan tadi mungkin 70 persen, 80 persen,” kata Fadli Zon di gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (26/5/2025).
Fadli menambahkan, jika progres buku sejarah ulang tersebut telah mencapai 70 persen, diskusi publik akan dibuka secara luas. Ia secara terbuka mengajak para ahli sejarah untuk berdebat dan berdiskusi pada tahap tersebut.
“Di situ kita berdebat, yang merasa ahli sejarah yang merasa mengerti, ayo kita berdebat kita berdiskusi. Ditulis dulu, dong, masa kita memperdebatkan draf atau memperdebatkan kerangka,” tuturnya.
Rencananya, uji publik atau diskusi per tema akan dilakukan pada bulan Juni atau Juli 2025. Proses ini akan melibatkan para sejarawan dan ahli yang akan diundang untuk mendebatkan isi buku sejarah hasil penulisan ulang. “Rencananya pada bulan Juni atau Juli akan kita buka diskusi per tema dengan melibatkan dan memperdebatkan ini dari tempat tempat dari berbagai macam ahli,” sebutnya. “Saya kira ini memang semacam uji publik dan saya kira di situ bisa kita lakukan,” tambah Fadli.
Sebelumnya, dalam rapat bersama Komisi X di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada tanggal yang sama, Fadli Zon mengungkap enam faktor yang melatarbelakangi kebutuhan penulisan ulang sejarah Indonesia. Pertama, adalah untuk menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-sentris, terutama menjelang 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Alasan kedua adalah untuk menjawab tantangan terbaru, diikuti oleh alasan ketiga untuk membentuk identitas nasional yang kuat. Keempat, untuk menegaskan otonomi sejarah, dan kelima adalah relevansi penulisan ini untuk generasi muda. Terakhir, yang keenam, adalah upaya “reinventing Indonesian identity”.
Fadli Zon juga mengungkapkan bahwa buku penulisan sejarah ini akan terdiri dari 11 jilid. Dalam slide yang ditampilkan, beberapa di antaranya meliputi:
1. Sejarah Awal Nusantara
2. Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
3. Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
4. Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
5. Respons terhadap Penjajahan
6. Pergerakan Kebangsaan
7. Perang Kemerdekaan Indonesia
8. Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
9. Orde Baru (1967-1998)
10. Era Reformasi (1999-2024)