keepgray.com – Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) memberikan klarifikasi terkait masalah penempatan jemaah haji di hotel yang tidak sesuai dengan ketentuan syarikah, yang menjadi salah satu catatan dari pemerintah Arab Saudi terhadap penyelenggaraan haji Indonesia. PPIH menjamin bahwa masalah ini telah diatasi.
Kepala Daerah Kerja Makkah PPIH, Ali Machzumi, menyatakan di Makkah pada Sabtu (21/6/2025) bahwa akomodasi atau hotel yang digunakan oleh jemaah haji, baik di Madinah maupun di Makkah, telah memenuhi standar kelayakan dan perizinan yang dipersyaratkan oleh pemerintah Arab Saudi.
Ali menjelaskan bahwa catatan dari otoritas Saudi terkait masalah hotel jemaah haji Indonesia bukan mengenai fasilitas atau standar hotel, melainkan karena jemaah haji Indonesia tidak ditempatkan di hotel sesuai dengan syarikah atau perusahaan layanan yang seharusnya melayani mereka selama di Madinah.
PPIH kemudian berkoordinasi dengan Kementerian Haji Saudi dan pihak syarikah untuk mengatasi masalah ini. Ali menyebutkan bahwa jemaah haji Indonesia kemudian ditempatkan di hotel-hotel yang sesuai dengan syarikah saat berada di Makkah.
Ali juga menyoroti adanya narasi yang kurang tepat terkait nota diplomatik tersebut, yang seolah-olah hotel jemaah tidak sesuai standar. Ia menegaskan bahwa seluruh hotel yang ditempati jemaah haji telah sesuai dengan izin dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah Saudi.
Menurut Ali, permasalahan penempatan jemaah di hotel yang tidak sesuai dengan syarikah terjadi karena kondisi penerbangan yang membawa beberapa syarikah dalam satu kloter pada gelombang pertama. Hal ini menyebabkan jemaah ditempatkan dalam satu hotel yang sama, yang kemudian menjadi catatan dari pihak Saudi.
Ali memastikan bahwa masalah penempatan jemaah di hotel telah diselesaikan. Saat ini, jemaah haji Indonesia sudah mulai dipulangkan ke Tanah Air sesuai dengan kelompok terbang (kloter) masing-masing.
Berikut adalah lima poin utama dari surat yang berisi catatan pemerintah Saudi terkait penyelenggaraan haji Indonesia:
1. Tidak memasukkan data jemaah dalam program persiapan dini.
2. Menempatkan sejumlah besar jemaah di hotel yang tidak seharusnya sesuai dengan syarikah penyedia layanan.
3. Memindahkan jemaah dari Madinah ke Makkah tanpa mengikuti prosedur yang benar.
4. Tidak mengikuti aturan kesehatan jemaah haji secara akurat dan persyaratan *istitaah sihhiyyah* (kemampuan kesehatan), yang menyebabkan peningkatan jumlah kematian jemaah haji Indonesia sebelum pelaksanaan manasik dan mewakili 50% dari total kematian jemaah haji luar negeri.
5. Tidak menjalin kontrak dengan proyek Adahi terkait layanan dam dan kurban, meskipun telah ditekankan kepada para penanggung jawab jemaah haji Indonesia tentang keharusan berkontrak dengan proyek tersebut.