BRIN: Selat Muria muncul kembali setelah 3 abad hilang

Banjir yang melanda pesisir Utara Jawa Tengah baru-baru ini memicu spekulasi mengenai kembalinya Selat Muria, jalur air yang dulunya memisahkan Pulau Jawa dengan Gunung Muria sebelum kemudian menjadi daratan sekitar 300 tahun lalu.

Namun, Pakar Geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo, menyatakan bahwa Selat Muria memang memiliki kemungkinan untuk muncul kembali, tetapi penyebabnya bukan banjir. Eko menjelaskan bahwa penurunan permukaan tanah di area seperti Semarang dan Demak bervariasi, dengan laju tertinggi mencapai 10 sentimeter per tahun di Semarang timur. Variasi ini bergantung pada karakteristik tanah dan faktor-faktor pendukung di masing-masing daerah.

Penurunan muka tanah disebabkan oleh dua faktor utama: alami dan antropogenik (aktivitas manusia). Faktor alami, seperti aktivitas tektonik, hanya berkontribusi kecil, menyebabkan penurunan beberapa milimeter. Sementara itu, faktor antropogenik menjadi penyebab terbesar. Beban infrastruktur di atas tanah lunak dapat memicu penurunan sekitar 1 sentimeter per tahun. Namun, eksploitasi air tanah adalah faktor paling dominan, yang bisa menyebabkan penurunan tanah hingga 7-8 sentimeter per tahun.

Selain penurunan tanah, Eko menambahkan bahwa kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim juga berpotensi menyebabkan Selat Muria muncul kembali.

Eko juga meluruskan bahwa banjir justru tidak akan mengembalikan Selat Muria. Ia menjelaskan bahwa banjir membawa sedimen dari sungai-sungai yang mengalir ke wilayah pesisir utara, seperti dari Muria, selatan Demak, dan selatan Semarang. Material sedimen ini justru mengakibatkan pendangkalan dan meningkatkan ketinggian daratan di area terdampak, bukan membentuk selat baru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *