BPJS: Tak Ada Batas Layanan Katarak JKN

keepgray.com – BPJS Kesehatan menegaskan bahwa pelayanan kesehatan katarak tetap menjadi bagian dari manfaat yang dijamin dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menyatakan tidak ada pembatasan layanan katarak selama memenuhi indikasi medis dan fasilitas kesehatan memadai. “Tidak benar jika disebut bahwa BPJS Kesehatan membatasi layanan katarak. Layanan tersebut tetap diberikan kepada peserta sesuai kebutuhan medisnya. Justru kami memastikan pelayanan berjalan dengan tepat sasaran dan efisien,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/6/2025).

BPJS Kesehatan juga memastikan setiap pembiayaan pelayanan kesehatan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas. Hal ini bertujuan mencegah potensi kecurangan (fraud) dan moral hazard, seperti yang pernah diungkapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait temuan kecurangan layanan katarak beberapa waktu lalu.

“Prinsip kehati-hatian ini merupakan bagian dari proses evaluasi berkelanjutan untuk meningkatkan efektivitas dan keadilan pelayanan kesehatan yang melibatkan banyak pihak profesional diantaranya Kementerian Kesehatan (Pusat Pembiayaan, Pelayanan Klinis, Tim Koding), BPJS Kesehatan, PB IDI, PERDAMI dan Kolegium Mata,” jelas Rizzky.

Pada tahun 2024, pemanfaatan layanan kesehatan mata baik di Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) maupun Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) mencapai 16,9 juta kasus dengan total biaya pelayanan mencapai Rp 8,1 triliun. Khusus untuk katarak, terdapat 3,5 juta kasus dengan biaya pelayanan mencapai Rp 5,4 triliun.

Rizzky menambahkan bahwa BPJS Kesehatan berupaya memastikan akses layanan kesehatan hingga ke pelosok negeri, terutama bagi peserta yang tinggal di Daerah Belum Tersedia Faskes Memenuhi Syarat (DBTFMS). Langkah ini diambil untuk mengatasi tantangan belum meratanya fasilitas kesehatan akibat kondisi geografis Indonesia.

Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setiap peserta program jaminan kesehatan berhak mendapatkan manfaat jaminan kesehatan, termasuk pelayanan perorangan seperti promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, serta pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan medis.

Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menyediakan akses pelayanan kesehatan, seperti infrastruktur yang belum merata, kurang memadai, dan distribusi tenaga kesehatan yang belum merata. Fasilitas kesehatan (faskes) dan tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis, masih terpusat di kota-kota besar.

“Tugas utama BPJS Kesehatan adalah memberikan jaminan pelayanan kesehatan untuk upaya kesehatan perorangan atau personal health, bukan upaya kesehatan masyarakat atau public health. Secara prinsip, BPJS Kesehatan tidak dibebani tanggung jawab atas ketersediaan fasilitas kesehatan atau pemenuhan kebutuhan di sisi supply side,” tegas Rizzky.

Meskipun demikian, BPJS Kesehatan terus berupaya meningkatkan akses layanan kesehatan bagi seluruh peserta JKN, termasuk yang tinggal di wilayah terpencil dan DBTFMS. “BPJS Kesehatan tetap memberikan penjaminan bagi peserta yang tinggal di wilayah terpencil dan kepulauan serta daerah yang tidak ada faskes yang memenuhi syarat,” ungkap Rizzky.

BPJS Kesehatan juga melakukan implementasi terbatas pemberian kompensasi bagi DBTFMS dalam bentuk kerja sama dengan fasilitas kesehatan bergerak, kerja sama dengan kriteria khusus, dan pengiriman tenaga kesehatan.

Regulasi terkait layanan kesehatan pada DBTFMS telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang mengamanahkan pemberian kompensasi pada DBTFMS yang lebih lanjut diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Tentu kami berharap adanya koordinasi lintas kementerian maupun lembaga dalam distribusi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan pada wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Selain itu juga diperlukan penyusunan regulasi pendukung dalam penjaminan layanan di wilayah yang belum tersedia faskes memenuhi syarat,” papar Rizzky.

Pada tahun 2024, BPJS Kesehatan menghadirkan akses layanan di 56 titik wilayah dari 11 provinsi kategori DBTFMS, termasuk penyediaan fasilitas kesehatan melalui kerja sama dengan pihak lain, seperti RS Apung Ksatria Airlangga, RS Apung Nusa Waluya II, dan RS Apung Lie Dharmawan II. Kompensasi juga diberikan melalui pengiriman tenaga kesehatan ke wilayah DBTFMS dan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan dengan kriteria khusus.

“Tentu dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan Program JKN, BPJS Kesehatan terus melakukan evaluasi berkala serta berkoordinasi dengan pemangku kepentingan seperti Kementerian Kesehatan, BPK, dan KPK,” pungkas Rizzky.