keepgray.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan kekhawatirannya terkait potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran di tengah konflik dengan Israel dan Amerika Serikat (AS).
Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan minyaknya. Situasi global saat ini, diperburuk oleh ketidakpastian akibat perang di Timur Tengah, menambah kerentanan pasokan energi nasional.
“Di saat bersamaan, perang Iran, Israel, dan Amerika, itu Selat Hormuz sekarang sudah dalam kondisi yang mengerikan juga karena parlemen Iran sudah menyetujui untuk penutupan,” kata Bahlil dalam Jakarta Geopolitical Forum 2025 Lemhanas RI di Jakarta, Selasa (24/6).
Menurut Bahlil, sekitar 30 persen distribusi minyak dunia melewati Selat Hormuz. Ia menekankan bahwa penutupan selat tersebut berpotensi memicu gejolak harga minyak dunia yang signifikan.
Menyikapi situasi ini, Bahlil berencana mengadakan rapat dengan PT Pertamina (Persero) untuk membahas langkah-langkah antisipasi guna memastikan ketersediaan energi di Indonesia.
“Sebenarnya, impor kita itu banyak, itu juga dari Afrika, Amerika Latin, karena beberapa sumur-sumur minyak Pertamina ada di sana. Kemudian beberapa Timur Tengah,” jelas Bahlil.
Sebagai solusi jangka panjang, Bahlil kembali menekankan pentingnya peningkatan lifting minyak dalam negeri. Langkah ini dianggap krusial untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak dan gas dari negara lain.
“Sekali lagi, saya katakan bahwa sekarang ini Pemerintah Indonesia atas arahan Bapak Presiden Prabowo, tidak ada cara lain apa pun kita lakukan untuk meningkatkan lifting. Memang ini pekerjaan berat, ini pekerjaan yang agak panjang, tapi harus kita lakukan,” tegasnya.
Sebelumnya, Iran mempertimbangkan untuk menutup Selat Hormuz sebagai respons terhadap serangan AS terhadap tiga fasilitas nuklirnya pada Minggu (22/6). Rencana ini telah memperoleh dukungan dari parlemen Iran.
Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, merupakan jalur strategis bagi lalu lintas pasokan minyak bumi dan gas alam dunia. Selat ini menghubungkan perairan sejumlah negara produsen minyak, termasuk Arab Saudi, Irak, Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Uni Emirat Arab.
Pemerintah Iran memperkirakan sekitar 17 juta barel minyak per hari didistribusikan melalui Selat Hormuz. Sementara itu, Lembaga Informasi Energi AS (US EIA) mencatat bahwa rata-rata aliran minyak melalui Selat Hormuz mencapai 20 juta barel per hari (bph) pada tahun 2024, setara dengan 20 persen dari konsumsi cairan minyak bumi global.