Bahaya Anggaran MBG Naik Jadi Rp300T?

keepgray.com – Pemerintah berencana meningkatkan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga mencapai Rp300 triliun pada tahun depan, meskipun program ini masih menghadapi sejumlah masalah dalam pelaksanaannya.

Rencana tersebut diungkapkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya, MBG merupakan program unggulan yang memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, sehingga memerlukan peningkatan anggaran.

Luhut menyampaikan hal ini pada International Conference on Infrastructure (ICI) di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, Kamis (12/6), dengan menyatakan bahwa pendanaan tahun ini sekitar Rp160 triliun dan berpotensi mencapai Rp300 triliun pada tahun depan.

Namun, rencana penambahan anggaran ini menuai tentangan. Pelaksanaan MBG sendiri masih bermasalah, seperti kasus keracunan di beberapa daerah. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat 17 kasus keracunan terkait MBG sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025, tersebar di 10 provinsi.

Presiden Prabowo Subianto menanggapi kasus keracunan ini dengan menyebutkan bahwa hanya 0,005 persen penerima MBG yang mengalami keracunan, serta menyinggung pentingnya budaya cuci tangan.

Selain itu, program ini juga menghadapi masalah hukum terkait dugaan penggelapan dana oleh Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN). Mitra dapur MBG di Jakarta Selatan belum menerima pembayaran sebesar Rp975,4 juta meskipun telah memasok makanan.

Dari segi serapan anggaran, hingga lima bulan berjalan, MBG baru menyerap Rp3 triliun, atau 4,2 persen dari pagu awal Rp71 triliun dalam APBN 2025. Jumlah penerima bantuan juga baru mencapai 3,97 juta orang dari target awal 17,9 juta orang. Pemerintah kemudian menambah pagu MBG menjadi Rp171 triliun setelah melakukan efisiensi anggaran, dengan menaikkan target penerima menjadi 82,9 juta orang.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa penambahan anggaran MBG menjadi Rp300 triliun berpotensi menimbulkan risiko besar, terutama terkait penyalahgunaan anggaran. Menurutnya, tata kelola anggaran di Indonesia masih buruk dan korupsi masih marak.

Bhima khawatir penambahan dana tanpa perbaikan tata kelola yang signifikan akan menurunkan efektivitas MBG dan meningkatkan risiko penyalahgunaan anggaran.

Selain masalah tata kelola, dampak MBG terhadap perekonomian juga dinilai masih minim. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 hanya mencapai 4,87 persen, meskipun anggaran besar telah digelontorkan untuk program ini. Bhima khawatir penambahan anggaran MBG justru akan memperlambat pertumbuhan ekonomi karena dilakukan dengan mengorbankan program lain di tengah ruang fiskal yang terbatas.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, juga menentang penambahan anggaran MBG. Ia menilai tata kelola MBG masih kurang baik dan pemerintah belum melakukan evaluasi serius terhadap penggunaan anggaran yang telah dikeluarkan. Andry menduga ada upaya *rent-seeking* di balik desakan penambahan anggaran MBG.

Andry khawatir penambahan anggaran MBG hingga Rp300 triliun akan menyebabkan efisiensi anggaran yang lebih besar, mengingat kapasitas fiskal Indonesia yang terbatas. Efisiensi anggaran yang serampangan dapat berdampak pada penurunan kinerja industri dan berujung pada PHK karyawan.

Alih-alih menambah anggaran, Andry meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan MBG agar lebih akuntabel. Ia menyarankan agar pemerintah menggunakan anggaran yang ada untuk memberikan insentif kepada kelas menengah yang melemah dan industri yang sedang kesulitan.