keepgray.com – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memastikan bahwa PT GAG Nikel telah memenuhi seluruh persyaratan legal dan teknis sebagai perusahaan tambang yang menjalankan praktik ramah lingkungan di Pulau Gag, Raja Ampat.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) APNI, Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan pernyataan ini sebagai respons terhadap tudingan mengenai aktivitas pertambangan di kawasan tersebut. Menurut Meidy, PT GAG merupakan anggota APNI yang telah mendapatkan berbagai pengakuan resmi, termasuk Good Mining Practice hingga Proper dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kami sudah verifikasi. PT GAG jauh dari kawasan konservasi dan sudah menjalankan kaidah-kaidah pertambangan sesuai regulasi,” kata Meidy.
Meidy menyayangkan narasi yang berkembang di media sosial, termasuk video dan foto yang seolah-olah memperlihatkan kerusakan parah di Raja Ampat. Ia menilai banyak informasi visual yang tidak akurat, yang antara lain diduga hasil kecerdasan buatan (AI).
“Sekarang ini sulit membedakan mana yang asli, mana yang manipulasi. Faktanya, tidak seperti yang digambarkan di media sosial,” ujarnya.
Meidy juga menyinggung insiden aktivis lingkungan yang meneriakkan soal kerusakan lingkungan dalam forum konferensi internasional baru-baru ini. Berdasarkan klarifikasi APNI, tokoh yang mengaku warga Papua tersebut ternyata tidak berasal dari Papua.
“Yang berteriak itu ternyata orang Sumatra Utara. Ini bentuk pembelokan isu,” kata Meidy.
Terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Kementerian ESDM terhadap empat perusahaan di Raja Ampat, Meidy menyatakan tidak satupun dari mereka merupakan anggota resmi APNI. Pihaknya masih melakukan verifikasi terhadap kelengkapan legalitas empat perusahaan tersebut.
“Yang empat itu memang bukan anggota kami. Kami masih cek kelengkapan dokumen-dokumennya. Tapi yang pasti, PT GAG bukan bagian dari mereka dan sudah terverifikasi sejak lama sebagai anggota kami,” katanya.
Meidy menambahkan, pencabutan IUP seharusnya menjadi momentum perbaikan koordinasi antarlembaga pemerintah. Menurutnya, banyak perusahaan sudah memiliki IUP dari Kementerian ESDM yang masih terkendala perizinan lain, seperti Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan yang memiliki terbatas.
“Kadang provinsi dan pusat juga tidak nyambung. Akhirnya pengusaha dirugikan, negara pun bisa kehilangan potensi pendapatan,” ujarnya.
APNI berharap pemerintah dapat menciptakan ekosistem regulasi yang sinkron antar instansi dan menjamin kepastian berusaha, tanpa mengabaikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk empat tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan ini diambil setelah Presiden Prabowo Subianto memanggil beberapa menteri ke Istana, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
Adapun empat IUP yang dicabut masing-masing dari PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham. Sementara itu, izin kontrak karya nikel milik PT Gag Nikel, yang merupakan anak usaha BUMN Antam, tidak dicabut.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pencabutan izin dilakukan karena adanya pelanggaran dalam konteks lingkungan oleh empat perusahaan tersebut. Lokasi keempat tambang yang dicabut izinnya berada di dalam geopark atau kawasan wisata Raja Ampat. Izin empat perusahaan ini dikeluarkan sebelum adanya penerapan Geopark Raja Ampat.
“Kawasan ini menurut kami harus dilindungi dengan melihat kelestarian biota laut. Izin-izin ini diberikan sebelum ada geopark. Sementara itu, Presiden ingin menjadikan Raja Ampat jadi wisata dunia,” papar Bahlil.