keepgray.com – Presiden Prabowo Subianto membutuhkan dana sebesar US$625 miliar atau setara dengan Rp10.145 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.232 per dolar AS) untuk merealisasikan seluruh proyek infrastruktur selama masa kepemimpinannya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kebutuhan dana sebesar itu diperuntukkan bagi pembangunan selama lima tahun, dari 2025 hingga 2029. Namun, ia juga menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mampu menanggung bahkan separuh dari total kebutuhan tersebut.
Menurut Sri Mulyani, kemampuan APBN untuk mendanai proyek infrastruktur hanya mencapai US$143 miliar atau Rp2.321 triliun, yang setara dengan 23 persen dari total kebutuhan. Sementara itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hanya dapat menopang 17 persen sisanya, yaitu sebesar US$106 miliar atau Rp1.720 triliun.
“Anggaran, anggaran pemerintah (APBN) yang digabung dengan anggaran daerah (APBD) membiayai 40 persen (dari total kebutuhan Rp10.145 triliun). Jadi, kami mengalami masalah kesenjangan pendanaan,” ujarnya dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta, Kamis (12/6).
Sri Mulyani menekankan bahwa proyek infrastruktur membutuhkan partisipasi swasta dan dukungan dari berbagai pihak. Ia mengakui adanya kesenjangan infrastruktur yang dihadapi, sementara ruang fiskal yang tersedia terbatas.
Presiden Prabowo Subianto sendiri secara terbuka menyatakan ketidakpercayaannya terhadap kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pembangunan infrastruktur. Ia berpendapat bahwa intervensi langsung dari negara tidak terbukti efektif dalam hal ini.
“Saya akan mengakui. Saya percaya dengan peranan negara yang kuat untuk intervensi mengatasi kemiskinan, kelaparan, memperbaiki pendidikan, saya percaya. Tapi saya juga tahu bahwa di bidang-bidang tertentu, terutama konstruksi pembangunan fisik, sektor swasta sering lebih modern, efisien, dan tepat waktu dengan menghemat anggaran yang besar,” jelas Prabowo.
Prabowo mengkritik BUMN yang seringkali merasa tidak masalah jika bekerja lambat atau boros, karena mengandalkan Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Menteri Keuangan. Ia mempertanyakan apakah perusahaan besar internasional juga mengandalkan PMN.
Prabowo menegaskan bahwa ia tidak setuju dengan skema suntikan dana atau PMN untuk BUMN. Ia lebih memilih untuk menyerahkan urusan infrastruktur kepada sektor swasta dan meminta para menterinya untuk mempermudah urusan swasta yang tertarik menanamkan modalnya, serta menjaga proyek swasta dari segala gangguan.
“Infrastruktur, sekarang saya mengundang sektor swasta dari dalam negeri dan luar negeri untuk ikut terlibat dalam pembangunan infrastruktur kita, sebesar-besarnya, sebesar-besarnya,” kata Prabowo.
Ia juga menyambut baik pusat-pusat atau kantor-kantor yang memfasilitasi semua proyek investasi swasta, serta membantu, mengamankan, dan menjaga agar rencana besar pembangunan tersebut tidak terganggu.