Anak di bawah umur jadi anggota grup FB porno inses

keepgray.com – Polda Metro Jaya terus mendalami kasus penyebaran konten asusila melalui grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ yang kini berganti nama menjadi ‘Suka Duka’. Dalam perkembangan terbaru, polisi berhasil mengamankan seorang anggota aktif grup tersebut yang diketahui masih di bawah umur.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa individu yang diamankan merupakan seorang laki-laki berusia di bawah 18 tahun, yang dalam terminologi hukum disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Penangkapan dilakukan di Pekanbaru pada Rabu (21/5).

“Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya telah melakukan upaya hukum mengamankan seorang laki-laki, anak. Jadi anak adalah seseorang yang berusia sebelum 18 tahun, penyebutannya adalah anak yang berkonflik dengan hukum,” jelas Kombes Ade Ary kepada wartawan, Jumat (23/5).

Grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ diketahui telah dibentuk sejak Agustus 2024 dan berhasil menjaring 32 ribu anggota yang aktif menyebarkan konten asusila. Grup ini kemudian berubah nama menjadi ‘Suka Duka’. Sebelumnya, pihak kepolisian telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini.

Anak yang diamankan tersebut, menurut Ade Ary, merupakan anggota aktif grup ‘Suka Duka’ dan diduga terlibat dalam distribusi serta penjualan konten pornografi anak. “Yang bersangkutan adalah member aktif dari grup Facebook tadi. Kemudian, dia juga melakukan distribusi dan menjual konten-konten yang berisi pornografi anak,” tambahnya.

Modus operandi yang digunakan oleh pelaku adalah menjual konten pornografi dengan harga Rp 50.000 untuk tiga konten. Setelah transaksi selesai, pelaku langsung memblokir nomor WhatsApp atau akun Telegram pembeli. Penyidik juga menemukan bahwa anak ini mengiklankan kontennya di grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan sedikitnya 144 grup Telegram lainnya.

Berdasarkan hasil penyelidikan, anak tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Meski demikian, pihak kepolisian memutuskan untuk tidak melakukan penahanan terhadap anak tersebut. Ia telah dikembalikan kepada orang tuanya dengan alasan masih harus mengikuti ujian sekolah dan sedang menjalani proses diversi, yaitu asesmen atau penilaian untuk pengalihan proses hukum.

“Terhadap anak tidak dilakukan penahanan dan dikembalikan kepada orang tuanya. Karena anak masih menjalani ujian sekolah dan sedang menjalani proses diversi, diversi itu asesmen, penilaian untuk pengalihan proses,” ungkap Ade Ary.

Anak yang berkonflik dengan hukum ini akan tetap berada di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan Anak (Bapas), sebagai bagian dari prosedur standar operasional (SOP) yang diterapkan oleh penyidik. “Ini adalah SOP yang selalu dipatuhi oleh penyidik karena proses penyidikan itu harus prosedural dan profesional,” pungkasnya.