keepgray.com – Al-Fahmu Institute meluncurkan dua buku terbarunya di Panggung Kreasi Indonesia International Book Fair (IBF) 2025, Jakarta, yang membahas isu perlawanan Palestina dan rekonstruksi karakter umat Islam Indonesia.
Kedua buku tersebut adalah “Kronik Perlawanan Palestina” karya Muhammad Ilhami dan “Petunjuk Manusia Pilihan: Jalan Indonesia Mengakhiri Kegelapan” karya Ustadz Fahmi Salim, pendiri Al-Fahmu Institute.
Ustadz Fahmi Salim menjelaskan bahwa buku “Kronik Perlawanan Palestina” adalah karya seorang sejarawan Arab terkemuka yang mengulas perjalanan perlawanan Palestina dari era Zionisme hingga saat ini. Sementara itu, “Petunjuk Manusia Pilihan” terinspirasi dari Surat Al-An’am ayat 90, yang menekankan pentingnya meneladani sosok-sosok yang mendapat petunjuk Allah, terutama dalam konteks pembebasan Masjidil Aqsa.
“Buku ini menawarkan pendekatan tadabbur kisah-kisah Al-Qur’an yang non-konvensional, berbasis tiga pilar utama: tauhid, tazkiyah, dan umran,” ujar Fahmi dalam keterangan persnya, Sabtu (21/6/2025).
Tujuannya adalah membangun manusia yang utuh dan memperbaiki kelemahan umat Islam dari segi sosial, ekonomi, hingga karakter. Buku ini juga berisi kritik terhadap korupsi, ketidakadilan, dan kezaliman yang masih sering terjadi di kalangan umat Islam.
“Buku ‘Petunjuk Manusia Pilihan’ adalah upaya merekonstruksi karakter Muslim untuk mengakhiri kegelapan di Indonesia, demi membawa Indonesia menuju terang,” tegas Ustadz Fahmi.
Peluncuran buku ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Neno Warisman, Syekh Ahed Abu Al-Atta (Ketua YPSP), Muhammad Husein Gaza (Founder INH), Abdillah Onim (Founder NPC), dan Dr. Mustafa Abd Rahman (pengamat politik Timur Tengah). Acara ini menjadi ajang diskusi mendalam di antara para tokoh tersebut.
Dr. Mustafa Abd Rahman menyoroti peluncuran buku ini di tengah konflik Iran-Israel yang dapat memengaruhi masa depan Palestina. Ia menyebut konflik ini mencerminkan dinamika modern dalam geopolitik Timur Tengah dengan kecanggihan teknologi militer.
Muhammad Husein Gaza mengingatkan pada sejarah Salahuddin Al-Ayyubi yang memulai pembebasan Masjid Al-Aqsa melalui revolusi pemikiran. “Literasi menjadi kunci penting untuk pembebasan Palestina,” katanya. Menurut Husein, jihad intelektual melalui membaca dan menulis adalah langkah konkret menuju pembebasan Baitul Maqdis.
Neno Warisman menekankan pentingnya membangun hubungan emosional dengan Masjid Al-Aqsa. “Setiap Muslim harus merasakan Masjid Al-Aqsa sebagai bagian dari keluarga yang harus dilindungi dan dicintai,” serunya.
Abdillah Onim membandingkan pendidikan anak-anak Yahudi yang diajarkan doktrin superioritas sejak dini dengan pendidikan cinta dan keadilan yang didapatkan anak-anak Palestina.
“Buku ini bertujuan memupuk semangat perjuangan dan cinta terhadap Palestina, mengedukasi masyarakat demi tercapainya pembebasan Masjidil Aqsa,” jelas Bang Onim.
Syekh Ahed Abu Al-Atta mengutip Malik bin Nabi bahwa membaca adalah kunci kebangkitan umat. Ia juga menyinggung “Badai Al-Aqsa” atau Tufanul Aqso yang menjadi simbol ketabahan Gaza dan membuka mata dunia akan kelemahan Israel.