keepgray.com – Ahli sistem teknologi dan informasi dari Universitas Indonesia (UI), Bob Hardian Syahbuddin, menjelaskan metode pelacakan posisi buron Harun Masiku dan terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Pelacakan tersebut, menurut Bob, terekam dari data Call Detail Record (CDR) nomor ponsel keduanya. Penjelasan ini disampaikan Bob dalam sidang kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan terhadap Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (26/5/2025).
Bob Hardian menjelaskan bahwa pelacakan posisi dilakukan berdasarkan perpindahan Base Transceiver Station (BTS) nomor ponsel menggunakan data CDR. “Setiap perpindahan perangkat, tadi BTS 1 ke BTS yang lain atau istilah teknisnya hand over antar BTS. Itu akan selalu mengupdate perangkat di jaringan seluler, itu ada catatannya,” kata Bob. Ia menambahkan bahwa cek posisi dilakukan dengan melihat data terakhir ponsel terhubung ke BTS mana, sehingga memungkinkan pelacakan dari titik ke titik.
Namun, Bob juga menerangkan bahwa data CDR hanya mencatat posisi terakhir saat ponsel masih aktif. Jika ponsel dimatikan atau berada di area blank spot (tidak ter-cover jaringan), data pelacakan posisi tidak akan muncul. “Kalau misalnya perangkatnya dimatikan gitu ya, ya udah, dia terhubung ke BTS manapun nggak akan kelihatan posisinya ada di mana,” jelasnya.
Jaksa penuntut umum kemudian mendalami mengenai linimasa (timeline) update posisi Harun Masiku. Bob mengonfirmasi bahwa linimasa tersebut diketahui berdasarkan data CDR nomor ponsel Harun. Ia membenarkan bahwa data seperti tanggal 8 Januari 2020 pukul 11.09 WIB, posisi di Batusari, Kebon Jeruk, Jakarta, dicocokkan dengan data di CDR. Bob juga menyebut bahwa CDR mencatat pergerakan dari waktu ke waktu, namun untuk kasus ini, ia hanya melihat data CDR dalam rentang waktu yang diminta oleh penyidik.
Pelacakan serupa menggunakan data CDR juga dilakukan terhadap nomor ponsel Hasto Kristiyanto, staf kesekretariatan DPP PDIP Kusnadi, dan satpam kantor DPP PDIP Nurhasan. Bob memaparkan bahwa setiap baris informasi dalam CDR mengandung data posisi, seperti yang tertera untuk Hasto di Jalan Diponegoro, parkir Jakarta Hall Convention Center, dan Jalan Nasional Gelora Tanah Abang sekitar pukul 16.26 WIB.
Menanggapi pertanyaan jaksa mengenai perbedaan antara ponsel yang dimatikan dan ditenggelamkan ke air, Bob menyatakan bahwa secara teknis tidak ada perbedaan efek pada data pelacakan. “Artinya kalau sudah dimatikan tidak ada lagi interaksi dengan BTS. Berarti ada CDR terakhir itu data terakhir dia connect ke BTS,” ujarnya. Setelah perangkat mati, baik karena dimatikan atau direndam air, tidak ada lagi data yang dicatat oleh jaringan seluler, dan posisinya tidak dapat dimonitor.
Sebagai informasi latar belakang, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Harun Masiku, yang menjadi buron sejak 2020. Ia diduga memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya agar tidak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020, serta memerintahkan Harun untuk bersiaga di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak. Perbuatan Hasto ini disebut menyebabkan Harun Masiku berhasil kabur. Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan senilai Rp 600 juta, bersama dengan Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, serta Harun Masiku, untuk mengurus penetapan PAW anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku. Saeful Bahri telah divonis bersalah, sementara Donny Tri Istiqomah telah ditetapkan sebagai tersangka dan Harun Masiku masih menjadi buron.