keepgray.com – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025), Frans menjelaskan bahwa perintah “menenggelamkan” dalam percakapan yang diperiksa lebih merujuk pada ponsel, bukan melarung pakaian seperti yang diklaim oleh salah satu saksi.
Penjelasan ini bermula saat jaksa membacakan transkrip pesan antara Gara Baskara dan Sri Rezeki Hastomo. Pesan tersebut berbunyi: “Siap, Bapak,” dari Gara Baskara, kemudian dijawab oleh Sri Rezeki Hastomo, “HP ini saja. Oke, *thanks*. Yang itu ditenggelamkan saja. Tidak usah *mikir* sayang dan lain-lain,” yang kemudian direspons kembali oleh Gara Baskara, “Siap, Bapak. Bapak izin Kus ke PIK dulu.”
Jaksa kemudian meminta Frans untuk menganalisis maksud dari pesan tersebut. Frans menjelaskan bahwa sapaan “Bapak” menunjukkan rasa hormat kepada lawan bicara. Ia juga menekankan bahwa inti dari pesan tersebut adalah perintah untuk menenggelamkan sebuah HP. “‘Nah, yang itu saja ditenggelamkan. Tidak usah *mikir* sayang’. Sayang di sini berarti tidak usah *mikir* rugi,” jelas Frans. Lebih lanjut, Frans menjelaskan bahwa dari konteks percakapan, terdapat dua HP yang dibicarakan, di mana satu HP diperintahkan untuk ditenggelamkan.
Jaksa kemudian menanyakan apakah ada korelasi antara perintah menenggelamkan dengan tindakan melarung pakaian, mengingat salah satu saksi dalam persidangan sebelumnya mengaku bahwa perintah tersebut adalah untuk melarung pakaian. Frans dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada korelasi yang logis. “Kalau baju itu direndam. Tidak ditenggelamkan. Tapi dalam konteks ini jelas sekali, dari segi bahasa, jelas sekali, kata itu, itu mengacu ke kata HP yang di atasnya. Berkaitan,” tegas Frans. Ia menambahkan bahwa tidak mungkin kata “itu” dalam kalimat “yang itu ditenggelamkan” merujuk pada hal lain yang tidak disebutkan sebelumnya dalam percakapan.
Sebelumnya, staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi, dalam persidangan pada Kamis (8/5), mengakui adanya perintah menenggelamkan dari nomor atas nama Sri Rejeki Hastomo. Namun, Kusnadi mengklaim bahwa perintah tersebut adalah untuk melarung pakaian, bukan menenggelamkan ponsel. Klaim ini kemudian dicecar oleh jaksa, yang mempertanyakan hubungan antara percakapan tentang ponsel dengan tindakan melarung pakaian. Kusnadi berdalih bahwa kegiatan melarung pakaian tersebut sering dilakukan oleh kader PDIP untuk mendapatkan keberkahan.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa telah merintangi penyidikan kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku, yang telah menjadi buron sejak 2020. Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya agar tidak terlacak oleh KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta untuk mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.