keepgray.com – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyatakan dukungan terhadap langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam menanggapi polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Sekretaris Jenderal HIPMI yang juga Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Batubara dan Mineral Indonesia (ASPEBINDO), Anggawira, menyampaikan dukungan tersebut. Menurutnya, kehadiran langsung Menteri ESDM di lapangan menunjukkan kepemimpinan yang bertanggung jawab dan perhatian negara terhadap suara masyarakat, sekaligus menegaskan pentingnya menjaga kedaulatan dalam tata kelola sumber daya alam.
Menanggapi isu jarak tambang dengan kawasan wisata, Anggawira menjelaskan bahwa berdasarkan verifikasi awal, lokasi tambang berada sekitar 30-40 kilometer dari destinasi utama wisata di Pulau Piaynemo. Ia menilai jarak tersebut masih aman dari sisi teknis dan regulasi lingkungan, asalkan operasional tambang mematuhi ketentuan hukum dan etika lingkungan hidup sesuai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Anggawira menekankan pentingnya kegiatan tambang dilakukan sesuai dokumen AMDAL, reklamasi dan pascatambang sesuai regulasi, serta menghormati hak-hak masyarakat adat dengan menerapkan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Ia menambahkan bahwa pendekatan pemerintah bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga upaya membangun kepercayaan publik terhadap dunia usaha dan kebijakan negara. Hal ini membuktikan bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan seiring dengan komitmen terhadap prinsip keberlanjutan.
Anggawira juga menyoroti bahwa Indonesia tengah menuju transisi ekonomi hijau, di mana tambang yang dikelola secara bertanggung jawab menjadi bagian dari rantai pasok global untuk energi bersih, seperti baterai kendaraan listrik, yang mendukung komitmen iklim nasional.
Lebih lanjut, Anggawira menanggapi kebijakan pencabutan empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat yang diumumkan oleh Menteri Bahlil Lahadalia dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. Menurutnya, langkah ini merupakan bentuk penertiban yang justru memperkuat ekosistem investasi yang sehat.
HIPMI mendukung kebijakan pencabutan IUP oleh Kementerian ESDM, karena hal ini merupakan langkah tegas dalam memastikan hanya investor yang patuh hukum dan memiliki komitmen keberlanjutan yang bisa beroperasi. Pencabutan IUP ini sesuai dengan mandat UU No 3 Tahun 2020 tentang Minerba, PP No 96 Tahun 2021, serta Instruksi Presiden No 1 Tahun 2022 yang menekankan pentingnya penertiban izin dan pemanfaatan lahan.
Anggawira menegaskan bahwa kebijakan ini bukan bentuk anti investasi, melainkan seleksi alam bagi investor yang serius, legal, dan berorientasi jangka panjang. Transparansi dalam evaluasi dan pelibatan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat, perlu dijaga. Menurutnya, pencabutan IUP bukan akhir dari pembangunan sektor pertambangan di Raja Ampat, melainkan awal dari penataan iklim investasi yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.