KPK Periksa Eks Pejabat Pajak Gratifikasi Rp 21,5 M

keepgray.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki kasus dugaan penerimaan gratifikasi oleh mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv. KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Muhammad Haniv terkait kasus ini.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) gratifikasi di lingkungan DJP Kementerian Keuangan dilakukan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Muhammad Haniv terpantau telah berada di gedung KPK sejak pukul 09.40 WIB.

Kasus ini terkait dengan jabatan Haniv sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Banten pada tahun 2011-2015 dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus pada tahun 2015-2018.

Sebelumnya, Haniv juga pernah diperiksa oleh KPK pada Jumat, 7 Maret lalu. Namun, saat itu ia memilih untuk tidak memberikan komentar terkait pemeriksaannya.

KPK telah menetapkan Haniv sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi ini. Dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi saat Haniv menjabat pada periode 2015-2018. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pada 12 Februari 2025, KPK menetapkan HNV (Muhammad Haniv) sebagai tersangka, selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia, atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara.

KPK menduga Haniv menyalahgunakan jabatannya untuk meminta sejumlah uang kepada beberapa pihak. Uang tersebut diduga digunakan untuk membiayai bisnis fashion anaknya. Haniv memanfaatkan jabatannya dan jaringan yang dimilikinya untuk mencari sponsor, dengan mengirimkan email permintaan bantuan modal kepada sejumlah pengusaha yang merupakan wajib pajak.

Asep mengungkapkan bahwa berdasarkan email tersebut, Haniv menerima gratifikasi sebesar Rp 804 juta yang digunakan untuk menunjang bisnis fashion anaknya. Selain itu, KPK juga menemukan adanya penerimaan uang lain senilai belasan miliar rupiah selama Haniv menjabat, sehingga total gratifikasi yang diterima mencapai Rp 21,5 miliar.

KPK menyatakan bahwa Haniv tidak dapat menjelaskan asal-usul uang miliaran rupiah tersebut. Atas perbuatannya, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B UU Pemberantasan Korupsi.