keepgray.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim tidak menemukan masalah berarti dalam kegiatan pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Klaim ini disampaikan setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno melakukan kunjungan ke wilayah pertambangan tersebut.
Tri Winarno menyatakan bahwa secara keseluruhan, aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat tidak menimbulkan masalah. Ia juga menegaskan tidak ada sedimentasi di area pesisir. Meski demikian, Tri telah menugaskan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat. Tim ini bertugas mengevaluasi secara menyeluruh dan memberikan rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk menentukan langkah selanjutnya terkait pertambangan nikel di wilayah tersebut.
Direktur Pengembangan Usaha PT Aneka Tambang (Antam) I Dewa Wirantaya menyatakan bahwa PT GAG Nikel, sebagai anak perusahaan Antam, wajib menerapkan praktik pertambangan yang baik (good mining practice) di Raja Ampat dengan mematuhi prosedur teknis, lingkungan, dan peraturan yang berlaku dalam pengelolaan area pertambangan di Pulau Gag.
Polemik mengenai pertambangan nikel di Raja Ampat mencuat setelah Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menyampaikan keluhan terkait pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan. Ia menyebutkan bahwa 97 persen wilayah Raja Ampat merupakan daerah konservasi, namun kewenangan penerbitan dan pencabutan izin berada di pemerintah pusat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menemukan pelanggaran serius pada empat kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat selama pengawasan pada 26-31 Mei 2025. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP). KLHK menemukan bahwa PT Anugerah Surya Pertama melakukan kegiatan pertambangan tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan air limbah, sementara PT Gag Nikel beroperasi di pulau kecil yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran ini. KLHK tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan.
Sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia dan pemuda Papua juga melakukan protes terhadap keberadaan tambang nikel di Raja Ampat saat acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta. Mereka membentangkan spanduk berisi penolakan terhadap pertambangan nikel di Papua, khususnya di Raja Ampat, sebagai bentuk keprihatinan terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.