keepgray.com – Aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi sorotan karena berpotensi merusak lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan adanya empat perusahaan terbuka (PT) yang melakukan aktivitas pertambangan nikel di kawasan tersebut.
Keempat perusahaan itu diduga melakukan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil berdasarkan pengawasan yang dilakukan pada 26-31 Mei 2025. Berikut daftar perusahaan penambang nikel di Raja Ampat berdasarkan rilis KLH:
1. **PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP)**: Perusahaan penanaman modal asing asal Tiongkok ini melakukan pertambangan nikel seluas 746 hektar di Pulau Manuran, yang tergolong pulau kecil. Pertambangan dilakukan tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan limbah air larian.
2. **PT Gag Nikel (PT GN)**: Melakukan pertambangan nikel seluas sekitar 6 juta hektar di Pulau Gag, yang juga tergolong pulau kecil.
3. **PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP)**: Melakukan pertambangan di Pulau Batang Pele. KLH tidak menyebutkan luasan aktivitas pertambangan.
4. **PT Kawei Sejahtera Minimg (PT KSM)**: Membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 5 hektare di Pulau Kawe.
KLH menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. MK menegaskan penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.
“Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen menindak tegas seluruh bentuk pelanggaran yang membahayakan lingkungan dan masa depan wilayah pesisir Indonesia,” tutur KLH.