keepgray.com – Israel mengumumkan rencana pembangunan 22 permukiman Yahudi baru di Tepi Barat yang diduduki, termasuk melegalkan pos-pos terdepan yang sebelumnya dibangun tanpa izin pemerintah. Langkah ini menuai kecaman dari negara tetangga Yordania dan Inggris, yang menyebutnya sebagai “hambatan yang disengaja” bagi pembentukan negara Palestina.
Israel merebut Tepi Barat, bersama dengan Jalur Gaza dan Yerusalem Timur, dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Palestina mengklaim ketiga wilayah tersebut sebagai bagian dari negara masa depan mereka. Mayoritas masyarakat internasional menganggap permukiman Israel ilegal dan sebagai penghalang bagi penyelesaian konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.
Menteri Pertahanan Israel, Katz, menyatakan bahwa keputusan pembangunan permukiman ini “memperkuat cengkeraman kami di Yudea dan Samaria,” merujuk pada istilah Alkitab untuk Tepi Barat. Ia menegaskan hal ini sebagai “penegasan hak historis kami di Tanah Israel dan merupakan respons terhadap terorisme Palestina.” Katz juga menambahkan bahwa pembangunan permukiman adalah “langkah strategis yang mencegah berdirinya negara Palestina yang akan membahayakan Israel.”
Kelompok pengawas anti-permukiman Israel, Peace Now, menyebut pengumuman ini sebagai langkah terluas sejak perjanjian Oslo 1993, yang bertujuan untuk memulai proses perdamaian yang kini terhenti. Mereka menyatakan bahwa permukiman yang berada jauh di dalam wilayah tersebut akan “secara dramatis membentuk kembali Tepi Barat dan memperkuat pendudukan lebih jauh.”
Israel telah membangun lebih dari 100 permukiman di seluruh wilayah Tepi Barat, yang menjadi rumah bagi sekitar 500.000 pemukim. Permukiman tersebut bervariasi dari pos terdepan kecil hingga komunitas yang berkembang pesat dengan apartemen, pusat perbelanjaan, pabrik, dan taman.
Tepi Barat adalah rumah bagi 3 juta warga Palestina, yang hidup di bawah kekuasaan militer Israel. Otoritas Palestina mengelola pusat-pusat populasi, sementara para pemukim memiliki kewarganegaraan Israel.
Peace Now menjelaskan bahwa rencana tersebut mencakup otorisasi 12 pos terdepan yang sudah ada, pembangunan sembilan permukiman baru, dan reklasifikasi lingkungan permukiman yang ada sebagai permukiman terpisah.
“Pemerintah menegaskan, sekali lagi dan tanpa menahan diri, bahwa mereka lebih memilih untuk memperdalam pendudukan dan memajukan aneksasi de facto daripada mengejar perdamaian,” tegas kelompok tersebut.