Tanah Warisan Kosong? Negara Tak Ambil!

keepgray.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjamin tidak akan mengambil alih tanah warisan milik warga yang sudah memiliki sertifikat. Jaminan ini diberikan menyusul kekhawatiran masyarakat terkait kewenangan negara dalam mengamankan tanah telantar, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.

Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan sembarangan melabeli tanah warga sebagai tanah telantar. Menurutnya, target dari penertiban ini adalah tanah yang benar-benar kosong dan tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.

“Bukan rumah warisan yang sudah ada di atas sebuah tanah, kemudian ditelantarkan, ya itu enggak ada urusannya. Orang tanah sudah ada rumah kok di atasnya, ada kebun, berarti kan tidak terlantar. Dan hak milik (sertifikat hak milik/SHM),” jelas Harison kepada CNNIndonesia.com, Rabu (16/7).

Harison menambahkan, tanah yang sudah diusahakan, seperti yang memiliki pagar dan pemiliknya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tidak akan diambil alih oleh negara. Ia juga mencontohkan tanah bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah berdiri ruko atau toko, yang berarti sudah diusahakan oleh pemilik sertifikat.

Kementerian ATR selalu mencatat permohonan atas penggunaan HGU atau Hak Guna Bangunan (HGB). Jika tanah tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan awal, negara berhak untuk mengambilnya kembali.

“Kalau HGU-HGB itu kan pengusahaannya jelas, untuk pembangunan gedung-gedung usaha. Kalau hak pengelolaan (HPL) itu biasanya untuk pemerintah … Yang dimaksud di sini (PP Nomor 20 Tahun 2021) itu betul-betul kosong, tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya,” tegasnya.

Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya telah mengamankan 1,4 juta hektare tanah telantar. Tanah-tanah tersebut merupakan bagian dari 55,9 juta hektare atau 79,5 persen tanah bersertifikat di Indonesia, dan sebagian besar berlokasi di daerah transmigrasi.

Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR, Embun Sari, menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada tanah SHM perorangan yang menjadi objek tanah telantar. Objek tanah telantar yang ada saat ini umumnya adalah HGB atau HGU besar milik perusahaan.

Kementerian ATR/BPN memberikan batas waktu 2 tahun plus 587 hari kepada pemilik tanah untuk memanfaatkan tanahnya sebelum ditetapkan sebagai tanah telantar.