keepgray.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya pergantian pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait pengadaan laptop Chromebook. Pergantian ini diduga karena pejabat tersebut dinilai tidak dapat melaksanakan perintah dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim terkait pengadaan laptop tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan dalam konferensi pers pada Selasa (15/7/2025) bahwa empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Sri Wahyuningsih (Direktur SD pada Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021 sekaligus kuasa pengguna anggaran), Mulyatsyah (Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021), Ibrahim Arief (konsultan perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek), dan Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek era Nadiem Makarim).
Menurut Qohar, Nadiem Makarim memimpin rapat pada 6 Mei 2020 dan mengarahkan agar pengadaan laptop untuk program digitalisasi pendidikan tahun 2020-2022 menggunakan laptop dengan sistem operasi Chrome OS dari Google. Arahan ini kemudian ditindaklanjuti oleh para tersangka.
Sri Wahyuningsih, sebagai salah satu tersangka, menindaklanjuti perintah tersebut dengan menginstruksikan Bambang Hadi Waluyo, PPK pada Direktorat SD Kemendikbudristek, untuk memilih pengadaan laptop Chromebook sesuai arahan Nadiem. Namun, karena Bambang Hadi Waluyo dianggap tidak mampu melaksanakan perintah tersebut, ia digantikan oleh PPK yang baru, Wahyu Haryadi.
“Pada tanggal 30 Juni 2020, bertempat di Hotel Arosa, Jalan Veteran Bintaro, Jakarta Selatan, SW menemui temannya bersama Ihsan Tanjung (swasta) menyuruh Bambang Hadi Waluyo selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Direktorat SD tahun 2020 agar menindaklanjuti perintah NAM (Nadiem) untuk memilih pengadaan TIK dengan *operating system* Chrome OS dengan metode e-katalog. Pada tanggal yang sama, 30 Juni 2020, SW mengganti Bambang Hadi Waluyo sebagai PPK dengan PPK yang baru bernama Wahyu Haryadi karena Bambang Hadi Waluyo dianggap tidak mampu melaksanakan perintah NAM untuk pengadaan TIK dengan menggunakan Chrome OS,” jelas Qohar.
Setelah penggantian PPK, Wahyu Haryadi diduga langsung menindaklanjuti perintah Sri untuk segera melakukan pemesanan laptop Chromebook setelah bertemu dengan Indra Nugraha dari perusahaan penyedia. Sri juga diduga memerintahkan Wahyu untuk mengubah metode e-katalog menjadi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLAH) dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek untuk sekolah dasar sebanyak 15 unit laptop dan 1 unit *connector* per sekolah dengan harga Rp 88.250.000 dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek.
Selain itu, Sri juga diduga membuat petunjuk pelaksanaan untuk pengadaan tahun 2021 hingga 2022 yang mengarahkan ke Chrome OS. Akibat proyek pengadaan laptop ini, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 1,9 triliun.