keepgray.com – Kementerian Agama RI (Kemenag) meminta masyarakat untuk saling menghormati dan tidak mengganggu ketertiban umum terkait maraknya penggunaan sound horeg yang meresahkan. Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin, menyampaikan hal ini di sela acara “Kick Off Musabaqah Qira’atil Kutub” di Kantor Kemenag, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Kamaruddin menekankan pentingnya silaturahim dan interaksi sosial yang beradab. Menurutnya, setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam menciptakan suasana yang harmonis dan tertib. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak menciptakan masalah bagi orang lain.
Kemenag, sebagai institusi yang memiliki peran strategis dalam kehidupan beragama di Indonesia, terus berupaya mendorong semua pihak untuk mengedepankan nilai-nilai Islam yang damai melalui berbagai instrumen kelembagaan, seperti penyuluh, penghulu, guru, kiai, ulama, termasuk mitra-mitra seperti ormas keagamaan. Kemenag mengajak seluruh elemen masyarakat, dari berbagai latar belakang agama, untuk bersatu menciptakan suasana sosial keagamaan yang sejuk, tertib, dan saling menghormati, agar agama benar-benar dapat menjadi instrumen positif dalam meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Fenomena sound horeg, dengan sistem audio berukuran besar dan suara yang sangat keras, kerap menimbulkan masalah dan kerusakan fasilitas umum. Kondisi ini bahkan memicu beberapa ulama di daerah menyatakan keharaman Sound Horeg karena dinilai banyak menimbulkan mudharat. Fatwa haram tersebut dikeluarkan oleh Forum Satu Muharram 1447 Hijriah Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat bahwa penyelesaian masalah sound horeg tidak cukup hanya dengan fatwa, melainkan perlu ditindaklanjuti secara kolaboratif oleh pemerintah dan aparat kepolisian. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menyatakan bahwa fatwa tidak mengikat dan tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk melarang aktivitas yang mengganggu di masyarakat. MUI Jawa Timur sendiri baru akan membahas perkara ini dengan mengundang pihak-pihak terkait, termasuk pelaku sound horeg, tokoh masyarakat, dan ahli THT.