keepgray.com – Fakta-fakta mengejutkan terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan perundungan dan pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) yang berujung pada kematian dr. Aulia Risma. Persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Semarang pada Senin (26/5/2025) ini menghadirkan Zara Yupita Azra sebagai terdakwa, seorang senior yang berperan sebagai “kakak pembimbing” bagi mendiang Aulia.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika dalam dakwaannya mengungkapkan adanya “pasal senior selalu benar,” hukuman fisik, hingga pemerasan yang mencapai total ratusan juta rupiah. Zara Yupita Azra, yang merupakan angkatan 76 PPDS Anestesi Undip, dituduh memberikan arahan dan perintah kepada angkatan 77, termasuk dr. Aulia, melalui pertemuan daring pada Juni 2022.
Menurut JPU, dalam pertemuan tersebut, Zara menyampaikan adanya sistem “operan tugas” berupa penyediaan “makan prolong,” “joki tugas,” dan berbagai keperluan lainnya. Lebih lanjut, Zara juga memperkenalkan “pasal anestesi” dan “tata krama anestesi” yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa junior. Isi “pasal anestesi” tersebut mencakup: “senior selalu benar,” “bila senior salah kembali ke pasal 1,” “hanya ada ‘ya’ dan ‘siap’,” “yang enak hanya untuk senior,” “bila junior dikasih enak tanpa tanya ‘kenapa?’ mencerminkan kondisi bahwa junior seharusnya tidak mendapatkan kemudahan,” dan “jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami.”
Selain itu, terdapat “tata krama anestesi” yang ketat, seperti keharusan izin bila bicara dengan senior, batasan komunikasi di mana semester nol hanya bisa bicara dengan semester satu, larangan bicara dengan semester di atasnya kecuali senior bertanya langsung, dan “haram hukumnya” bagi semester nol bicara dengan semester dua tingkat ke atas. Jaksa Sandhy Handika menegaskan bahwa terdakwa Zara Yupita mendoktrin mahasiswa angkatan 77 untuk menghafalkan dan melaksanakan pasal serta tata krama anestesi ini.
Sistem “operan tugas” yang disebutkan jaksa meliputi kewajiban mahasiswa PPDS untuk menyediakan makan prolong, logistik, transportasi, hingga mengerjakan tugas ilmiah senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP). “Makan prolong” didefinisikan sebagai makanan yang disediakan bagi seluruh pasien senior dan atau DPJP yang masih bertugas di atas jam 18.00 WIB di RSUP dr. Kariadi. Proses penyediaan makanan ini disebut sebagai implementasi langsung dari doktrin “yang enak hanya untuk senior” dan “bila junior dikasih enak (harus) tanya.”
Terungkapnya fakta-fakta ini menandai dimulainya proses hukum dalam kasus yang menarik perhatian publik terkait dugaan praktik perundungan dan pemerasan di lingkungan pendidikan tinggi.