keepgray.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan pemerintah sedang mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah. Kajian ini akan dikoordinasikan dengan DPR RI setelah rapat konsultasi.
Tito menyampaikan hal tersebut di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (2/7/2025). “Kita masih mengkaji, nanti akan kami rapatkan antar pemerintah dulu. Dengan Kementerian Setneg ya, kemudian Kementerian Hukum, mungkin dengan Menko Polkam,” ujarnya.
Menurut Tito, putusan MK ini berkaitan erat dengan masalah kepemiluan. Pemerintah akan menganalisis apakah putusan tersebut sesuai dengan konstitusi. “Ini menyangkut masalah politik dan aturan kepemiluan, aturan pilkada. Kita tentu membahas tentang apa namanya itu putusan itu sendiri. Apakah sesuai dengan aturan-aturan yang ada, termasuk konstitusi dan analisis dampak positif-negatifnya,” jelasnya.
Selain itu, Mendagri juga menekankan pentingnya koordinasi dengan DPR RI sebagai lembaga pembentuk undang-undang. Ia menilai bahwa putusan MK ini perlu dikaji secara mendalam. “Dan apa kira-kira akan kita lakukan ke depan. Nanti juga akan, selain pemerintah, baru kita akan komunikasi dan koordinasi dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” tambahnya.
Sebelumnya, pimpinan DPR telah menggelar rapat konsultasi dengan pemerintah untuk membahas putusan MK ini. Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad tersebut juga dihadiri oleh sejumlah menteri terkait.
Wakil Ketua DPR lainnya, seperti Saan Mustopa, Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Adies Kadir, turut mendampingi Dasco dalam rapat yang berlangsung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (30/6/2025).
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan bahwa DPR akan menelaah putusan MK tersebut. Ia menilai putusan ini terkesan kontradiktif dengan putusan MK sebelumnya. “Saya kira putusan Mahkamah Konstitusi itu juga kalau kita bandingkan dengan putusan MK sebelumnya terkesan kontradiktif karena sebelumnya Mahkamah Konstitusi pada tahun 2019 melalui Putusan Nomor 55 tahun 2019, itu dalam pertimbangan hukumnya bukan dalam amar putusannya memberikan guidance kepada pembentuk undang-undang untuk memilih 1 dari 6 model keserentakan pemilu,” pungkas Rifqinizamy.