keepgray.com – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan tidak keberatan dengan penundaan penerapan skema co-payment atau pembagian risiko klaim asuransi kesehatan. Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menyampaikan bahwa pihaknya mendukung permintaan Komisi XI DPR agar skema tersebut diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), yang dianggap lebih kuat daripada Surat Edaran (SE) OJK yang berlaku saat ini.
Budi menjelaskan, pengaturan melalui POJK akan memberikan kejelasan yang lebih baik kepada masyarakat dan mencegah kesalahpahaman. Ia menekankan bahwa co-payment bukanlah konsep baru dalam industri asuransi, karena telah banyak diterapkan dalam asuransi kumpulan, yaitu asuransi yang memberikan perlindungan kepada sekelompok orang seperti karyawan atau anggota organisasi.
Namun, Budi mengingatkan bahwa penerapan co-payment tidak secara otomatis menurunkan tingkat premi asuransi. Penurunan premi juga harus mempertimbangkan rasio kerugian (loss ratio) perusahaan asuransi, yang mencerminkan perbandingan antara total klaim yang dibayarkan dengan total premi yang diterima. Ia mencontohkan, perusahaan dengan rasio kerugian tinggi mungkin akan kesulitan menurunkan premi meskipun ada co-payment.
Budi juga menekankan pentingnya mengedukasi masyarakat tentang co-payment sebagai bentuk tanggung jawab pribadi dalam mitigasi risiko atau self-insurance. Ia berharap masyarakat tidak merasa terbebani dengan adanya co-payment karena skema ini memiliki batas maksimal.
Sebelumnya, OJK memberikan tenggat waktu penerapan co-payment hingga 31 Desember 2026 bagi perusahaan asuransi untuk produk asuransi kesehatan yang sudah berjalan. Sementara itu, produk asuransi kesehatan baru wajib menerapkan co-payment mulai 1 Januari 2026, sesuai dengan SE OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa dalam skema co-payment, pemegang polis akan menanggung minimal 10 persen dari total klaim, dengan batas maksimum Rp300 ribu untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim.