keepgray.com – Jakarta, Tangerang Selatan, dan sejumlah kota besar lain di Indonesia seperti Medan dan Surabaya kembali mencatatkan kualitas udara yang tidak sehat pada hari ini, 26 Juni 2025. Menanggapi kondisi tersebut, Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, mengimbau pemerintah kota dan seluruh pemangku kepentingan terkait untuk segera melakukan penanganan polusi udara secara terkoordinasi.
Eddy Soeparno menyampaikan keprihatinannya bahwa selama tiga tahun terakhir, Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia kerap masuk dalam daftar kota dengan indeks kualitas udara terburuk di dunia. “Kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut dan memerlukan upaya ekstra yang dilakukan secara kolektif dan koordinatif agar penanganannya dapat dilaksanakan secara intensif,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Eddy di sela-sela acara sebagai keynote speaker dalam Validation Seminar Technical Assistance: Accelerating The Clean Energy Transition in Southeast Asia di Hotel Mulia.
Eddy Soeparno juga meminta kementerian dan lembaga terkait untuk segera merumuskan roadmap yang jelas dalam upaya menekan polusi udara. Menurutnya, pemerintah daerah serta kementerian dan lembaga terkait perlu menyusun peta jalan untuk mereduksi polusi udara yang sudah masuk kategori akut. “Menambah armada kendaraan umum listrik dan memperluas wilayah operasionalnya dapat menjadi salah satu solusi, mengingat emisi buang kendaraan merupakan kontributor terbesar dari polusi udara,” jelas Eddy.
Doktor Ilmu Politik dari UI ini juga mendorong peningkatan sosialisasi program “bike to work” serta penyempurnaan ekosistem kendaraan listrik, baik mobil maupun sepeda motor. “Selain itu, kita juga perlu mengakselerasi program transisi energi yang tertuang dalam RUPTL tahun 2025-34 agar pembangunan sumber-sumber listrik energi terbarukan sebesar 52 GW dapat terwujud, sehingga pertumbuhan sektor industri, komersial, dan rumah tangga ke depannya berbasis energi terbarukan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Eddy menyoroti perlunya pendalaman kembali upaya mempensiunkan dini PLTU batubara yang berpotensi diakhiri masa operasinya lebih awal, dengan catatan bahwa pembangkit listrik penggantinya harus berbasis energi terbarukan. Saat ini, Eddy bersama sejumlah konsultan ekonomi karbon tengah mengkaji skema pembiayaan yang dapat membiayai pensiun dini PLTU batubara tanpa membebani APBN.
“Saya berharap kita semua berkolaborasi dan bekerja secara urgent untuk menangani pencemaran udara yang membahayakan kesehatan masyarakat. Ini adalah panggilan mulia dan saya berharap kita semua meresponsnya dengan cepat,” pungkasnya.