keepgray.com – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan bahwa terlalu banyak hari libur nasional di AS yang merugikan perekonomian negara. Pernyataan ini disampaikan melalui platform Truth Social pada Jumat (20/6), bertepatan dengan peringatan Juneteenth, hari libur federal yang menandai berakhirnya perbudakan di AS.
Trump menyampaikan kekhawatirannya bahwa banyaknya hari libur menyebabkan bisnis-bisnis harus tutup, sehingga negara kehilangan miliaran dolar. Ia juga mengkhawatirkan jika tren ini berlanjut, setiap hari di AS bisa menjadi hari libur. Oleh karena itu, ia menyerukan untuk membuat perubahan demi “MAKE AMERICA GREAT AGAIN!”.
Namun, riset menunjukkan bahwa libur dapat menurunkan produktivitas pekerja dalam jangka pendek karena beban kerja meningkat di hari-hari sebelum dan sesudah libur. Akan tetapi, dampak jangka panjangnya justru sebaliknya. Sebuah studi pada 2022 menemukan bahwa ketika hari libur federal jatuh pada akhir pekan dan tidak dialihkan ke hari kerja, output nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) justru meningkat antara 0,08 persen hingga 0,2 persen. Sektor manufaktur disebut sebagai salah satu sektor yang paling merasakan dampak positif dari hari libur.
Sejumlah riset lain juga menunjukkan bahwa waktu istirahat, termasuk hari libur, dapat meningkatkan semangat kerja dan produktivitas dalam jangka panjang. Studi internal Ernst & Young menemukan bahwa setiap tambahan 10 jam libur berbanding lurus dengan peningkatan 8 persen dalam penilaian kinerja pegawai. Survei Microsoft terhadap 31 ribu karyawan globalnya menyebut sepertiga pekerja mengaku kesulitan mengikuti beban kerja dalam lima tahun terakhir akibat jam kerja yang semakin panjang.
Dari sisi pengeluaran, konsumen cenderung melakukan lebih banyak pembelian pada hari libur, terutama karena bisnis menjadwalkan penjualan di sekitar hari libur. Sektor pariwisata, perhotelan, dan ritel cenderung menjadi sektor bisnis yang paling diuntungkan di momentum hari libur.