keepgray.com – Goldman Sachs memprediksi harga minyak dunia berpotensi menembus US$110 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz, jalur utama ekspor minyak global. Negara-negara seperti Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab sangat bergantung pada jalur ini untuk mengirimkan minyak ke pasar Asia, Eropa, dan Amerika.
Dalam catatan riset yang dirilis pada Minggu (22/6), bank investasi asal AS tersebut menyatakan bahwa harga minyak mentah Brent dapat melonjak jika distribusi minyak melalui selat tersebut terganggu. Goldman Sachs memperkirakan harga Brent akan stabil dengan rata-rata sekitar US$95 per barel pada kuartal IV 2025.
Harga minyak dunia sempat melonjak ke level tertinggi sejak Januari pada pembukaan pasar pekan ini, dipicu oleh aksi AS yang menyerang fasilitas nuklir Iran. Parlemen Iran telah menyetujui opsi penutupan Selat Hormuz, yang akan berdampak signifikan karena selat ini menyumbang 52 persen pasokan minyak dunia.
Dalam skenario lain, Goldman Sachs memperkirakan penurunan pasokan minyak Iran sebesar 1,75 juta barel per hari (bpd) selama enam bulan dapat mendorong harga Brent mencapai puncaknya di kisaran US$90 per barel. Jika penurunan produksi berlangsung lebih lama, harga Brent diprediksi akan tetap berada pada kisaran US$70-US$80 per barel di tahun berikutnya.
“Meski situasi di Timur Tengah terus berkembang, kami percaya insentif ekonomi, termasuk dari AS dan China, untuk mencegah gangguan besar dan berkepanjangan di Selat Hormuz akan sangat membantu,” tulis Goldman Sachs.
Selain minyak, Goldman Sachs juga memperkirakan pasar gas alam Eropa akan menghadapi tekanan, dengan indeks acuan TTF berpotensi naik mendekati 74 euro per megawatt-jam (setara US$25 per MMBtu). Namun, harga gas alam di Amerika Serikat diperkirakan tetap stabil karena kapasitas ekspor yang kuat dan minimnya kebutuhan impor LNG domestik.