Prabowo: Rusia-China Bukan Standar Ganda?

keepgray.com – Presiden RI Prabowo Subianto sebelumnya menyatakan bahwa Rusia dan China bukanlah negara dengan standar ganda. Pernyataan ini kemudian menuai tanggapan dari seorang pakar yang menilai bahwa ucapan tersebut mengandung kritik terhadap Amerika Serikat (AS).

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, berpendapat bahwa pernyataan Prabowo tersebut merupakan sebuah kritikan yang ditujukan kepada AS. “Jadi betul ini kritikan terhadap AS yang kerap memiliki standar ganda. Terlebih lagi di bawah Trump sangat terlihat standar gandanya. Membela Israel secara membabi buta padahal yang dilakukan oleh Israel belum tentu benar,” ujar Hikmahanto kepada wartawan, Minggu (21/6/2025).

Hikmahanto juga menyoroti keputusan Prabowo yang lebih memilih untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin ketimbang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada yang dihadiri oleh Presiden AS Donald Trump. Ia menyebutkan empat alasan mengapa pertemuan dengan Putin lebih tepat. Pertama, menurut Hikmahanto, jika Prabowo pergi ke Kanada, Indonesia hanya akan didengar sebagai negara berkembang terkait perkembangan geoekonomi. Sementara itu, jika ke Rusia, Prabowo dapat membuat kesepakatan bilateral.

Alasan kedua, dengan memilih bertemu Putin, Prabowo menjadi tamu utama. Sebaliknya, jika menghadiri KTT G7, kehadiran Prabowo hanya akan dianggap sebatas mendengarkan perspektif negara berkembang. “Presiden ke Rusia bisa mengkapitalisasi kunjungan dengan membicarakan rakyat Palestina di Gaza dan perang Israel-Iran. Ini penting karena AS selalu berada di belakang Israel. Pengimbangnya hanya Rusia dan China,” lanjutnya.

Alasan keempat, Hikmahanto menjelaskan bahwa jika Prabowo pergi ke Kanada, hal itu seolah-olah menunjukkan bahwa Indonesia berpihak kepada negara-negara barat yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Sebaliknya, dengan pergi ke Rusia, Indonesia dipersepsikan mendukung BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa).

Sementara itu, Pengamat Hubungan Internasional (HI) dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Teuku Rezasyah, memiliki pandangan yang berbeda. Ia tidak melihat adanya maksud lain dari ucapan Prabowo yang menyatakan bahwa Rusia dan China bukan negara dengan standar ganda. Menurut Rezasyah, konteks pidato Prabowo murni soal ekonomi. “Memang RI lebih mudah berinteraksi dengan Rusia sebagai negara Eurasia, dan China yang tergolong sesama Asia. Sama sekali tidak menyinggung peranan AS dan sekutunya dalam konflik Gaza dan Iran,” kata Rezasyah.

Rezasyah menambahkan bahwa Prabowo telah menerima undangan dari Putin terlebih dahulu, sehingga ia mengutamakan kunjungan ke Rusia. “Beliau datang ke St. Petersburg karena sudah diundang oleh Putin, sudah memutuskan sejak dini karena programnya sesuai dengan kebutuhan nasional RI untuk jangka panjang, dan memang waktunya bentrok dengan KTT G7,” sebutnya. Ia juga menambahkan bahwa secara psikologis, masyarakat Indonesia bersimpati dengan perjuangan Iran, namun pemerintahnya selalu mengupayakan penyelesaian konflik secara damai.

Sebelumnya, Prabowo menyatakan bahwa Rusia dan China selalu konsisten membela pihak yang lemah. “Banyak negara selatan setuju dengan saya bahwa Rusia dan China adalah negara yang tidak standar ganda. Mereka selalu membela orang yang menderita. Mereka membela keadilan semua rakyat negara-negara dunia,” kata Prabowo dalam St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia, Jumat (20/6/2025).