Lembaga Setingkat Menteri Urus Haji & Umrah Didorong

keepgray.com – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai Indonesia memerlukan reformasi kelembagaan haji dan umrah secara menyeluruh mengingat Indonesia dikenal sebagai negara pengirim jemaah haji dan umrah terbesar di dunia.

INDEF menyoroti banyaknya tumpang tindih lembaga yang mengelola layanan haji dan umrah, serta urgensi penguatan tata kelola dana haji yang kini sudah menyentuh angka ratusan triliun rupiah.

“Pengelolaan dana haji memiliki urgensi yang tinggi karena hasil investasinya digunakan untuk menutup kesenjangan antara Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Landasan hukum pengelolaan keuangan haji ini merujuk pada UU No. 34 Tahun 2014 dan PP No. 5 Tahun 2018,” ujar Kepala Center for Sharia Economic and Digital INDEF, Nur Hidayah, dalam keterangan persnya, Jumat (20/6/2025).

Nur Hidayah menambahkan, pada tahun 2023 terjadi peningkatan aset yang berasal dari investasi pada surat berharga dan pembiayaan bagi hasil. Dari sisi investasi terjadi penurunan sebesar 20,09%, dan proporsi investasi emas mulai masuk sebagai diversifikasi baru dengan keuntungan sekitar 12% atau Rp 48 juta.

Sementara itu, peneliti INDEF, Handi Risza, menambahkan bahwa tantangan makin berat di 2026 dan 2027 karena akan ada dua musim haji dalam satu tahun kalender akibat pergeseran tahun Hijriah. Ini diperkirakan bisa menambah beban biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) hingga Rp 42 triliun dan menyusutkan dana kelolaan dari Rp 170 triliun menjadi Rp 128 triliun. Jika tidak diantisipasi, future liabilities bisa tembus Rp504 triliun.

INDEF juga menyoroti bagaimana negara lain mengelola ibadah haji secara lebih terstruktur. Malaysia, misalnya, sudah sejak 2022 menerapkan sistem subsidi berdasarkan kategori ekonomi masyarakat (B40, M40, T20). Sementara Arab Saudi kini menjalankan visi besar dengan digitalisasi, pembangunan infrastruktur masif, dan penerapan platform layanan terpadu Nusuk untuk semua jemaah.

Peneliti senior INDEF, Murniati Mukhlisin, menegaskan pentingnya membangun tata kelola keuangan syariah yang bukan hanya teknis administratif, tapi juga berdampak sosial dan memperkuat ekonomi umat.

“Kita perlu narasi baru dalam pengelolaan keuangan ibadah. Bukan hanya administrasi teknis, tapi penguatan governance dan dampak sosial,” tegasnya.

Abdul Hakam Naja, peneliti lainnya, menambahkan bahwa revisi undang-undang sangat diperlukan. Bahkan, penggabungan UU Haji dan UU Pengelolaan Keuangan Haji dalam satu omnibus law bisa jadi solusi sistemik yang efisien.

“Sebagai langkah strategis, penggunaan standar emas sebagai acuan biaya penyelenggaraan ibadah haji juga perlu dipertimbangkan. Mengingat nilai emas cenderung lebih stabil dari waktu ke waktu dibandingkan nilai tukar rupiah,” ungkap Abdul.

INDEF menyampaikan bahwa dengan reformasi kelembagaan yang menyeluruh, Indonesia berpotensi tidak hanya sebagai negara pengirim jemaah terbesar, tetapi juga sebagai pelopor dalam pengelolaan dana dan pelayanan haji yang efektif, profesional, dan berkeadilan.

Menurut INDEF, sudah saatnya Indonesia melangkah lebih jauh. Tak sekadar mengurus keberangkatan jemaah, tapi juga menjadikan dana haji sebagai kekuatan ekonomi yang transparan, adil, dan berkelanjutan.

Berikut beberapa rekomendasi konkret dari INDEF:

* Pembentukan lembaga khusus setingkat kementerian
* Penyusunan Roadmap Haji dan Umrah 2025-2045
* Diversifikasi investasi ke sektor berdampak tinggi, seperti RS syariah, properti halal, dan energi
* Pembentukan Dana Abadi Haji
* Perluasan edukasi digital jemaah, termasuk ke wilayah 3T