Kemendag: Kondisi RI Perlu Perhatian

keepgray.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja, seiring dengan situasi global yang kurang kondusif.

Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Internasional Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag, Olvy Andrianita, menyampaikan pernyataan ini dalam acara Peluncuran Laporan Perdagangan dan Investasi Berkelanjutan 2025 di Jakarta Pusat, Jumat (20/6). Ia menekankan pentingnya Indonesia menyikapi dinamika global dengan bijak, mengingat pergeseran dari skema pasar tunggal ke era rantai pasok global.

Olvy mendorong pemanfaatan momen ini, termasuk dalam aspek keberlanjutan, sambil menekankan perlunya kepatuhan semua negara terhadap regulasi internasional dan sikap yang adil dari negara-negara lain. Ia juga menyoroti bahwa negara-negara Afrika menghadapi tantangan yang lebih berat dibandingkan Indonesia.

Kemendag mengklaim telah mendengar keluhan pengusaha terkait isu keberlanjutan, di mana perusahaan tidak hanya ingin bicara tentang pelestarian lingkungan tetapi juga keuntungan ekonomi. Pemerintah memiliki tugas untuk menyeimbangkan kedua hal tersebut.

Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, menjelaskan bahwa laporan terbaru yang diterbitkan merupakan upaya untuk menjabarkan berbagai temuan dan perkembangan di lapangan. Ia menyoroti bahwa isu perdagangan, investasi, dan ekonomi menjadi sangat diperhatikan dalam beberapa bulan terakhir, terutama karena kebijakan unilateral dan proteksionis dari Amerika Serikat, yang sebelumnya dikenal sebagai pendukung keterbukaan ekonomi.

Rizal menambahkan bahwa kebijakan proteksionis tersebut tampaknya tidak terlalu memengaruhi perdagangan atau transisi keberlanjutan yang sedang berjalan.

Sebagai contoh, kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada 2 April 2025, menargetkan Indonesia dengan tarif impor 32 persen. Meskipun implementasi tarif tinggi ini ditunda selama 90 hari sejak 9 April 2025 untuk membuka ruang negosiasi, nasib Indonesia masih belum jelas hingga saat ini, sementara tenggat waktu penundaan kebijakan tersebut akan berakhir pada 8 Juli 2025.