keepgray.com – Bau busuk kasus dugaan korupsi yang menjerat Wilmar Group tercium dari putusan lepas (ontslag van alle recht vervolging) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025 lalu. PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dinyatakan lepas dari tuntutan hukum dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) periode 2021-2022.
Wilmar Cs awalnya terseret proses hukum di kasus korupsi minyak goreng dengan 5 terdakwa, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana; Penasihat Kebijakan/Analis Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA; serta General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
Majelis hakim menilai para pelaku membuat keuangan negara rugi sampai Rp6 triliun dan merugikan perekonomian negara Rp12,3 triliun. Terdakwa dinilai bermufakat jahat untuk melakukan proses penerbitan persetujuan ekspor, di mana Kemendag bertindak sebagai lembaga yang berwenang memberikan izin tersebut. Pemberian izin ekspor CPO bertentangan dengan ketentuan Kemendag, yakni perusahaan harus memenuhi kebijakan domestic market obligation (DMO) serta domestic price obligation (DPO) atas minyak goreng.
Kejaksaan Agung (Kejagung) lalu menetapkan Wilmar and the gank sebagai tersangka pada Juni 2023, setelah putusan Mahkamah Agung (MA) mempunyai kekuatan hukum tetap dan inkrah terhadap 5 terdakwa di perkara minyak goreng tersebut. Namun, PN Jakarta Pusat malah memberikan putusan lepas terhadap 3 korporasi tersebut. Kejagung mengendus dugaan suap Rp60 miliar di balik vonis yang tak sesuai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) itu.
Kejagung lalu menahan 4 tersangka. Mereka adalah mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat yang kemudian menjadi Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta; Pengacara Marcella Santoso; Pengacara Ariyanto Bakri; dan Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Ada 3 tersangka lain selaku hakim pemberi putusan lepas, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan duduk perkara dugaan suap yang berujung vonis lepas Wilmar Cs. Ini bermula dari pemufakatan jahat antara Pengacara 3 Korporasi Ariyanto Bakri dengan Wahyu Gunawan yang saat itu menjadi Panitera Muda PN Jakpus. Tawaran awal adalah Rp20 miliar. Wahyu kemudian menyampaikan tawaran itu kepada Muhammad Arif Nuryanta yang masih berstatus Wakil Ketua PN Jakpus. Arif setuju untuk memberikan vonis lepas kepada 3 korporasi tersebut, tapi dengan syarat jumlahnya dikali tiga menjadi Rp60 miliar.
Dugaan suap senilai Rp60 miliar lalu diberikan Ariyanto kepada Wahyu, tetapi dalam bentuk dolar AS. Wahyu kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Arif. Atas jasanya sebagai penghubung, Wahyu diberi US$50 ribu atau sekitar Rp818 juta (asumsi kurs Rp16.374 per dolar AS) oleh Arif. Muhammad Arif Nuryanta kemudian mulai mendistribusikan uang suap tersebut kepada 3 majelis hakim. Ia memberikan Rp4,5 miliar kepada Agam Syarif Baharuddin alias ASB beserta uang untuk dua hakim lainnya.
Abdul Qohar mengungkapkan bahwa ASB menerima uang dolar bila dirupiahkan Rp4,5 miliar, DJU menerima uang dolar jika dirupiahkan Rp6 miliar, dan AL menerima uang berupa dolar Amerika bila disetarakan rupiah Rp5 miliar.
Putusan lepas di PN Jakpus tidak sesuai dengan tuntutan JPU yang ingin ketiga korporasi dihukum membayar uang pengganti. Permata Hijau dituntut membayar Rp937.558.181.691,26 (Rp937 miliar); Wilmar Group senilai Rp11.880.351.802.619,00 (Rp11,8 triliun); dan Musim Mas Group sebesar Rp4.890.938.943.794,1 (Rp4,8 triliun).
Dugaan suap dan/atau gratifikasi pengurusan perkara di PN Jakarta Pusat mulanya diketahui jaksa penyidik dari barang bukti perkara di PN Surabaya yang menyeret mantan pejabat MA Zarof Ricar. Ada percakapan dari bukti elektronik yang menyebut nama Marcella Santoso. Setelah ditindaklanjuti, termasuk dengan penggeledahan apartemen sang pengacara, ditemukan sejumlah dokumen terkait pengurusan perkara ekspor CPO tersebut.
Kejagung lalu menyita uang senilai Rp11,8 triliun dari 5 anak perusahaan Wilmar, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia. Ini sesuai dengan tuntutan uang pengganti yang diajukan JPU terhadap Wilmar Group.
Kejaksaan Agung saat ini sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait vonis lepas untuk Wilmar Cs.