keepgray.com – Konflik antara Iran dan Israel terus memanas dengan saling serang yang menargetkan infrastruktur militer, ekonomi, hingga pusat populasi. Di balik kekuatan militer Iran, Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) menjadi pasukan elite yang memegang peranan penting sebagai simbol kekuatan ideologi Republik Islam pasca Revolusi 1979.
IRGC, yang terbentuk setelah Revolusi Iran 1979, berfungsi sebagai milisi revolusioner yang menjaga ideologi Republik Islam dan melindungi negara dari ancaman internal serta eksternal. Berbeda dengan angkatan bersenjata reguler, IRGC berada di bawah komando langsung Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Selama Perang Iran-Irak, IRGC memimpin sejumlah operasi penting, termasuk Operasi Tariq al-Quds (November 1981) yang berhasil merebut kembali wilayah Bostan, Operasi Badr (Maret 1985) yang menyerbu jalur strategis Basra-Baghdad, dan Pertempuran al-Faw (Februari-Maret 1986) yang memenangkan pertempuran amfibi penting dan merebut semenanjung al-Faw dari Irak. Perang delapan tahun ini menyebabkan perubahan signifikan dalam struktur militer dan politik Iran, dan IRGC tumbuh menjadi institusi militer yang sangat berpengaruh.
Saat ini, IRGC memiliki sekitar 190.000 personel aktif dan lebih dari 600.000 personel termasuk cadangan. IRGC mengawasi program rudal balistik dan nuklir Iran, serta mendukung kelompok proksi di wilayah seperti Irak, Suriah, Lebanon (Hizbullah), dan Yaman (Houthi). Selain kekuatan militer, IRGC juga memiliki pengaruh besar dalam politik dan ekonomi nasional dengan banyak perusahaan besar di Iran yang dimiliki atau dikendalikan oleh IRGC. Sejak 2019, Amerika Serikat secara resmi menetapkan IRGC sebagai organisasi teroris asing.
Pada Juni 2025, ketegangan antara Iran dan Israel mencapai puncaknya. Israel melancarkan serangan udara besar-besaran dengan 200 jet tempur yang menghantam berbagai fasilitas penting di Iran, termasuk ibu kota Teheran dan wilayah militernya, fasilitas pengayaan uranium Natanz di Isfahan, pusat penelitian nuklir dan pangkalan militer di Tabriz, serta kota Isfahan, Arak, dan Kermanshah yang menyimpan rudal balistik.
Serangan Israel dilaporkan menewaskan sejumlah tokoh penting IRGC, termasuk Hossein Salami (Kepala IRGC), Mohammad Bagheri (Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran), Gholamali Rashid (Komandan Markas Besar Khatam al-Anbiya), Amir Ali Hajizadeh (Komandan Pasukan Dirgantara IRGC), Mohammad Kazemi (kepala intelijen IRGC), dan Hassan Mohaqiq (wakil kepala intelijen IRGC).
Iran membalas dengan meluncurkan drone dan rudal balistik ke wilayah Israel. Beberapa rudal berhasil dicegat oleh sistem pertahanan seperti Iron Dome, David’s Sling, dan Arrow, namun sebagian lainnya menghantam wilayah sipil dan militer, menyebabkan korban jiwa dan kerusakan besar. Iran juga menyerang fasilitas energi Israel dan menyatakan perang belum selesai. Khamenei menegaskan bahwa Iran tidak akan membiarkan Israel lolos dari “hukuman berat” atas serangan tersebut.
IRGC, yang lahir dari semangat Revolusi Islam dan ditempa dalam “Perang Suci” melawan Irak, telah berevolusi menjadi kekuatan yang memainkan peran penting dalam setiap konflik yang melibatkan Iran, baik secara langsung maupun melalui proksi di wilayah Timur Tengah. Dalam konflik terbaru dengan Israel, IRGC kembali berada di garis depan dengan pengalaman panjang dalam peperangan konvensional dan asimetris, terus menjadi salah satu aktor militer paling berpengaruh di kawasan tersebut.