Pulau Aceh: Bukti Dokumen 1992 Terungkap

keepgray.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan keberadaan dokumen tahun 1992 yang menyebutkan empat pulau sengketa, yaitu Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang, adalah milik Aceh. Dokumen ini dianggap penting sebagai solusi atas polemik yang ada.

Tito Karnavian menunjukkan lampiran dokumen tersebut di Kantor Presiden, Jakarta, pada Selasa (17/6/2025). “Inilah dokumen yang menurut kami sangat penting, Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992 tanggal 24 November 1992, tapi di dalam lampiran. Ada satu kertas yang menunjukkan bahwa ini dokumennya masih warna kuning, lama sekali. Makanya saya buatkan berita acara,” ujarnya.

Mendagri menjelaskan bahwa ia membuat berita acara saat menemukan dokumen tersebut, mengingat pentingnya dokumen ini sebagai bukti legalisasi kepemilikan Aceh atas keempat pulau itu. “Saya sampaikan yang menemukan agar buat berita acara dan berita acara sudah kita sampaikan karena ini dokumen peristiwa penting yang harus didokumentasikan dan mereka yang menemukan bisa menjadi saksi, bukan diada-adakan. Surat ini tertanggal 21 tahun 1992 di arsipnya,” imbuhnya.

Tito menambahkan, dokumen ini penting karena menunjukkan adanya pengakuan atau dukungan terhadap kesepakatan antara dua Gubernur pada tahun 1992, sehingga melegalisasi kesepakatan tersebut.

Poin krusial dalam kesepakatan di dokumen itu adalah acuan pada peta topografi TNI AD tahun 1978, yang menjadi dasar batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara. Dalam peta tersebut, garis batas laut secara tegas menempatkan empat pulau itu di luar wilayah Sumatera Utara. “Dalam kesepakatan kedua Gubernur tersebut disampaikan batas wilayah, diantaranya mengacu kepada batas wilayah Sumatera Utara dan provinsi Sumatera Utara dan Aceh itu mempedomani kedua belah pihak disaksikan Menteri Dalam Negeri mempedomani peta Topografi TNI AD 1978,” jelas Tito.

Untuk menindaklanjuti temuan ini, Tito menyarankan agar kedua gubernur membuat kesepakatan terbaru mengenai kepemilikan pulau tersebut. “Sebaiknya, untuk Gubernur Aceh dan Sumatera Utara mendasarkan data-data yang ada, lebih baik disarankan melakukan kesepakatan kembali khusus empat pulau ini supaya tidak menjadi polemik dan menjadi kejelasan di masa mendatang,” pungkasnya.