keepgray.com – Ibadah haji merupakan impian setiap umat Islam. Setelah menunaikan ibadah haji, setiap jemaah berharap menjadi haji mabrur, namun ada juga yang mendapatkan haji mardud. Lantas, apa perbedaan haji mabrur dan mardud?
Haji mabrur berasal dari kata barra-yaburru-barran atau al-barra, yang berarti melakukan kebaikan atau menunjukkan kepatuhan. Al-birr merujuk pada makna kebaikan, ketaatan, kesalehan, serta dapat dimaknai sebagai maqbul (diterima). Secara umum, haji mabrur adalah ibadah haji yang dilaksanakan dengan benar sesuai manasik yang dicontohkan Rasulullah SAW, dan diterima oleh Allah SWT karena dilakukan dengan niat yang tulus.
Terdapat sejumlah dalil mengenai haji mabrur. Dalam sebuah riwayat hadits, haji mabrur adalah salah satu amalan yang paling afdhal. Rasulullah SAW pernah ditanya, “Amal apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Setelah itu amal apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Beliau ditanya lagi, “Selanjutnya apa?” Beliau menjawab, “Haji yang mabrur.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits lain menyebutkan, “Umrah hingga umrah berikutnya adalah kafarat (penghapus) dosa yang dilakukan antara keduanya, dan ganjaran bagi haji yang mabrur tidak lain adalah surga.” (HR jamaah kecuali Abu Dawud).
Bagi umat Islam, siapa saja yang berhasil melaksanakan haji mabrur akan mendapat ganjaran surga. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dekatkan antara pelaksanaan haji dari umrah, sebab keduanya melenyapkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana alat peniup melenyapkan karat besi, emas, dan perak. Ganjaran bagi haji yang mabrur tiada lain adalah surga.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud).
Sementara itu, mardud berasal dari akar kata radda-yaruddu yang berarti menolak dan mengembalikan. Haji mardud dapat diartikan sebagai haji yang ditolak oleh Allah SWT. Ibadah haji bisa tertolak jika dicampuri hal-hal yang diharamkan atau menyebabkan dosa.
Dalam riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa menyengaja datang ke Baitullah ini sebab pekerjaan haram, maka ia adalah pribadi yang tidak taat kepada Allah SWT. Apabila ia bersiap berangkat, kedua kakinya menaiki kendaraan, kemudian kendaraannya berjalan dan ia berkata, ‘Labbaika Allahumma Labbaik (Kami datang menyambut panggilan-Mu ya Allah, kami datang menyambut panggilan-Mu),’ maka malaikat berseru dari langit menjawab, ‘Tidak ada sambutan untukmu dan tidak ada kebahagiaan bagimu. Pekerjaanmu haram, pakaianmu haram, kendaraanmu haram dan perbekalanmu haram. Pulanglah kamu membawa haji mardud (ditolak), bukan haji mabrur (diterima), dan bergembiralah dengan hajimu yang buruk.'”
Adapun ciri-ciri haji mabrur adalah adanya perubahan nyata dalam perilaku, terutama meninggalkan perbuatan maksiat atau dosa yang sebelumnya kerap dilakukan. Selain itu, haji mabrur ditandai dengan peningkatan dalam aspek keimanan dan keyakinan. Mereka yang meraih haji mabrur akan mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah. Misalnya, jika sebelumnya jarang menunaikan sholat berjamaah di masjid, maka pasca haji, ia bertekad untuk melaksanakannya secara rutin. Ibadah lainnya pun dikerjakan dengan lebih khusyuk, ikhlas, dan penuh kesungguhan semata-mata karena Allah SWT. Wallahu a’lam.