Uhud: Perang dan Syahidnya Muslim

keepgray.com – Perang Uhud, sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada tahun ketiga Hijriah, bukan hanya sekadar pertempuran fisik antara pasukan Muslim dan kaum Quraisy, melainkan juga ujian iman dan kesetiaan terhadap perintah Rasulullah SAW.

Al-Qur’an menjelaskan Perang Uhud dengan sangat detail, sebagaimana disebutkan dalam buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. Salah satunya dalam surah Ali ‘Imran ayat 140, Allah SWT berfirman, “Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan Allah mengetahui orang-orang beriman (yang sejati) dan sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Allah tidak menyukai orang-orang zalim.”

Sayyid Quthb dalam Fi Zhilal Al-Qur’an menjelaskan bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an diceritakan secara detail, setiap gerakan dan pertempuran, hingga aspek psikologis dari semua peristiwa yang terjadi.

Setahun setelah kemenangan besar umat Islam dalam Perang Badar, kaum Quraisy merasa terhina dan ingin membalas dendam. Mereka mempersiapkan pasukan besar untuk menggempur Madinah dan menghancurkan kekuatan kaum Muslimin. Pasukan Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan, dengan kekuatan sekitar 3.000 prajurit yang disertai oleh sejumlah wanita.

Kaum Muslimin awalnya berhasil mengumpulkan sekitar 1.000 orang dari kaum Muhajirin dan Anshar. Namun, dalam perjalanan menuju Gunung Uhud, Abdullah bin Ubay membelot dan membawa serta 300 orang pasukan kembali ke Madinah. Akibatnya, jumlah pasukan Muslimin menyusut menjadi sekitar 700 orang.

Rasulullah SAW bermimpi mengenai apa yang akan terjadi dalam Perang Uhud dan menafsirkannya sebagai kekalahan dan banyaknya korban dari para sahabatnya. Sebelum perang dimulai, Rasulullah SAW bermusyawarah dengan para sahabat. Sebagian sahabat mendorong untuk keluar dari kota Madinah dan menghadapi musuh secara terbuka. Rasulullah SAW mengikuti pendapat mayoritas dan bergerak menuju Gunung Uhud.

Di sana, Rasulullah SAW menempatkan 50 pemanah di atas bukit kecil untuk mengamankan posisi belakang pasukan dengan perintah tegas, “Tetaplah kalian di tempat kalian! Jangan tinggalkan tempat kalian, baik kami menang atau kalah!”

Pertempuran berlangsung sengit. Awalnya, pasukan Muslim berhasil menggempur barisan Quraisy. Namun, sebagian pemanah yang berjaga di atas bukit melanggar perintah Rasulullah SAW dan turun dari bukit untuk mengumpulkan harta rampasan.

Kejadian ini dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid yang saat itu masih berada di pihak Quraisy, untuk memutar arah dan menyerang dari belakang. Pasukan Muslim pun terjebak dan banyak sahabat yang gugur, termasuk paman Rasulullah SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib.

Allah SWT menjadikan peristiwa Uhud sebagai pelajaran yang sangat berharga. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Sungguh, Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya kepadamu ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu (dalam keadaan) lemah, berselisih dalam urusan itu, dan mengabaikan (perintah Rasul) setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yang menghendaki akhirat. Kemudian, Allah memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu. Sungguh, Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Allah mempunyai karunia (yang diberikan) kepada orang-orang mukmin.” (QS. Ali ‘Imran: 152). Ayat ini menjelaskan bahwa kekalahan bukan karena kekuatan musuh, melainkan karena pelanggaran terhadap perintah Rasulullah SAW dan ketidaksabaran menghadapi ujian.