Konstitusi: MK & MPR Lebih Kuat, Kata Doli

keepgray.com – Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menyampaikan opsi penyempurnaan UUD 1945. Doli menyatakan bahwa penyempurnaan konstitusi ini bukan bertujuan untuk kembali pada perubahan pertama, melainkan untuk menjawab tantangan di masa depan.

Hal tersebut diungkapkan dalam diskusi bertajuk ‘Menimbang Amandemen Konstitusi: Menjawab Tantangan Demokrasi dan Penyempurnaan Sistem Ketatanegaraan Menuju Indonesia Emas’. Menurut Doli, berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini berkaitan erat dengan sistem konstitusi.

“Saya melihat bersama teman-teman, ternyata problem kita setelah kita kaji, ini juga mungkin bisa sampai kepada problem konstitusi,” ujar Doli di Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

Doli menegaskan tidak setuju jika amandemen UUD dilakukan untuk mengembalikan pada perubahan pertama. Oleh karena itu, ia lebih memilih menggunakan istilah penyempurnaan konstitusi.

“Kenapa saya sebutkan penyempurnaan konstitusi? Karena bukan amendemen, karena sekaligus saya mempertegas bahwa standing position saya dengan PCB ini adalah bahwa kita bukan sedang membicarakan tentang akan kembali lagi kepada Undang-Undang 1945,” jelas Doli.

Ia menambahkan, penyempurnaan konstitusi ini bertujuan untuk mengevaluasi perjalanan 23 tahun hasil amendemen keempat, serta memproyeksikan konstitusi ideal yang ingin dibangun di masa depan.

Doli mengungkapkan sejumlah alasan yang mendasari usulan penyempurnaan konstitusi, salah satunya adalah pemantapan ideologi Pancasila.

“Kalau kita lihat sekarang ini, rasa-rasanya kita hampir sepakat atau banyak orang mengatakan perjalanan negara kita ini lebih cenderung sangat liberal. Bahkan ada teman-teman yang mengatakan kita lebih liberal dibandingkan negara yang menganut sistem liberal sekalipun,” terang Doli.

Menurutnya, perlu adanya upaya untuk memantapkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain itu, Doli menuturkan bahwa penyempurnaan juga diperlukan untuk memperkuat sejumlah lembaga tinggi negara, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Doli menyinggung tugas MK dalam menangani perselisihan hasil pemilu, termasuk pilkada. Ia menekankan bahwa MK perlu ditetapkan sebagai lembaga negara yang sangat mulia, terutama karena tugasnya menguji peraturan terhadap konstitusi.

“Kemarin saya tidak paham itu, kok tiba-tiba MK juga dilibatkan dalam menyelesaikan sengketa pemilu termasuk pilkada, yang itu sangat teknis sekali dan bahkan membuat isu yang membuat citra di MK itu jadi negatif. Ini yang saya kira harus kita luruskan, menempatkan kembali Mahkamah Konstitusi memang sesuai dengan tempatnya yang mulia itu,” tutur Doli.

Terkait DPD, Doli menilai penting untuk melakukan evaluasi terhadap tugas dan fungsinya. “Mungkin kita harus mengevaluasi soal eksistensi dan keberadaan. Pilihannya banyak, mau diperkuat seperti DPR? Terus pertanyaannya kalau diperkuat berarti ngapain ada dua lembaga yang sama? Atau (DPD) mau dilebur, ditiadakan dan segala macam. Nah itu yang belum lagi kita kaji,” kata Doli.

Ia juga menyoroti posisi MPR yang saat ini dianggap kurang optimal. “MPR ini ya tidak ada GBHN dan segala macam itu. Bersidang? Berapa? Setahun sekali? Tapi ya gitu-gitu aja. Jadi ini juga. Jadi penguatan kelembagaan negara kita,” pungkasnya.