keepgray.com – Lima warga negara Indonesia (WNI) yang sebelumnya dituduh membocorkan data rahasia dalam proyek pengembangan jet tempur Korea KF-21, kini telah kembali ke Indonesia setelah kasus mereka ditangguhkan.
Kelima teknisi WNI tersebut sempat diselidiki oleh pihak berwenang Korea Selatan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Teknologi Pertahanan, Undang-Undang Bisnis Pertahanan, Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri, serta Undang-Undang Pencegahan Persaingan Tidak Sehat. Mereka ditangkap saat bekerja di Korea Aerospace Industries (KAI) di Sacheon, Provinsi Gyeongsang Selatan, karena diduga mencoba membocorkan data terkait pengembangan KF-21 melalui perangkat penyimpanan seluler (USB).
Namun, berdasarkan laporan Maeil Business Newspaper, jaksa membebaskan kelimanya dengan mempertimbangkan bahwa data yang hendak dibocorkan tidak mengandung informasi rahasia yang signifikan.
Kementerian Luar Negeri RI mengkonfirmasi kepulangan kelima WNI tersebut. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha, menyatakan bahwa mereka telah berkumpul kembali dengan keluarga masing-masing dalam kondisi baik dan sehat.
Dengan selesainya masalah hukum ini, diharapkan dapat membuka jalan bagi penyelesaian konflik antara Korea Selatan dan Indonesia terkait proyek pengembangan bersama KF-21, termasuk masalah pembayaran kontribusi pengembangan.
Indonesia sebelumnya sepakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan bersama KF-21 dengan membayar kontribusi sebesar 1,6 triliun won kepada pemerintah Korea Selatan. Namun, pembayaran tersebut sempat tertunda karena masalah keuangan.
Pada bulan Agustus lalu, pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk mengurangi skala transfer teknologi, sehingga memangkas kontribusi Indonesia dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won. Pemerintah Indonesia kemudian diminta untuk merevisi perjanjian pengembangan bersama.
Namun, pemerintah Indonesia memberikan tanggapan yang kurang aktif terhadap revisi perjanjian tersebut, terutama karena adanya isu penyelidikan terhadap insinyur mereka di Korea Selatan. Kini, dengan teratasinya “risiko peradilan” bagi para insinyur Indonesia, diharapkan diskusi mengenai kontribusi KF-21 dapat kembali bergulir.