keepgray.com – Pemerintah Indonesia telah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di pulau-pulau kecil di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan ini diumumkan dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, 10 Juni 2025.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan pencabutan IUP tersebut. Turut hadir dalam jumpa pers tersebut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.
“Atas petunjuk bapak Presiden, beliau memutuskan pemerintah akan mencabut IUP 4 perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” ujar Prasetyo Hadi.
Adapun keempat perusahaan yang izinnya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan akan meninjau kembali izin persetujuan lingkungan untuk kegiatan pertambangan di Raja Ampat. Hanif menyebutkan bahwa terdapat empat perusahaan yang mengelola tambang di pulau-pulau kecil dengan lokasi yang berbeda, yaitu PT Gag Nikel (GN), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Hanif menjelaskan bahwa persetujuan lingkungan akan ditinjau kembali atau dipertimbangkan pemberiannya jika teknologi penanganan tidak dikuasai atau kemampuan untuk merehabilitasi lingkungan tidak memadai. Hal ini disampaikan saat menjelaskan temuan proses pertambangan di Pulau Gag oleh PT GN di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, pada Minggu, 8 Juni.
Menteri LH juga menyoroti perlunya peninjauan terhadap persetujuan lingkungan di Pulau Manuran oleh PT ASP, yang awalnya diberikan oleh Bupati Kabupaten Raja Ampat.
Selain itu, perizinan lingkungan PT KSM yang mengelola Pulau Kawei juga menjadi perhatian. Menteri LH mengungkap bahwa terdapat kegiatan PT KSM yang berada di luar Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 5 hektare.
Peninjauan terakhir dilakukan terhadap PT MRP yang mengelola Pulau Manyaifun (21 Ha) dan Pulau Batang Pele (2.031,25 Ha). Menteri LH menyatakan bahwa persetujuan lingkungan tidak akan diberikan kepada PT tersebut.